REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA -- Sebuah helikopter PBB diserang tembakan di Republik Demokratis Kongo, Jumat (18/10), kata satu sumber PBB. Disebutkannya, serangan itu merupakan insiden kedua dalam waktu sepekan.
"Dua helikopter melakukan misi pengintaian pagi ini. Pilot salah satu helikopter itu merasa ada hantaman di kokpit dan mendarat untuk memeriksa kerusakan," kata satu sumber yang dekat dengan Monusco, misi pemelihara perdamaian PBB di Republik Demokratis Kongo (DRC), seperti dilansir dari AFP, Sabtu (19/10).
Peristiwa itu terjadi sekitar 15 kilometer sebelah utara Goma, ibu kota provinsi North Kivu, yang dilanda pergolakan sejak perang berkobar di negara itu dari 1996 hingga 2003. Tidak ada yang terluka dalam serangan tersebut dan helikopter itu berhasil kembali ke pangkalan. Pekan lalu, pemberontak Kongo M23 menembaki sebuah helikopter PBB namun tidak ada yang terluka.
M23 didirikan oleh mantan pemberontak Tutsi yang disatukan ke dalam militer Kongo sesuai dengan perjanjian perdamaian 2009. Dengan mengeluhkan perjanjian itu tidak pernah dilaksanakan sepenuhnya, mereka melakukan pemberontakan pada April 2012 dan berperang dengan mantan rekan kerja mereka.
Seorang juru bicara kelompok pemberontak, Vianney Kazarama, membantah M23 mendalangi serangan terakhir itu. "Pagi ini, M23 tidak melepaskan tembakan dan tidak ingin menembaki Monusco," kata Kazarama, yang mengisyaratkan bahwa tembakan itu berasal dari pasukan Kongo (FARDC).
Namun, Letnan Kolonel Olivier Hamuli, juru bicara militer di North Kivu, mengatakan, "Monusco adalah mitra FARDC dan kami bersama-sama di lapangan. Adalah M23 yang melepaskan tembakan itu."
Monusco adalah salah satu pasukan penjaga perdamaian terbesar PBB di dunia yang memiliki lebih dari 17.750 prajurit dan pengamat militer serta 1.400 polisi. Pakistan adalah penyumbang utama pasukan itu.
Dewan Keamanan PBB pada Maret setuju membentuk sebuah brigade intervensi tambahan yang mencakup lebih dari 2.500 prajurit di DRC timur untuk menghadapi kelompok-kelompok bersenjata seperti M23. Brigade khusus itu, pasukan pertama yang diberi mandat ofensif, terdiri dari pasukan dari Afrika Selatan, Malawi dan Tanzania.