Jumat 08 Nov 2013 21:16 WIB

Pengungsi Rohingya Melahirkan di Australia, Takut Kembali ke Nauru

Red:
Rumah detensi di Australia
Rumah detensi di Australia

BRISBANE -- Seorang pengungsi Rohingya melahirkan di Brisbane, Australia, setelah dipindahkan dari pusat detensi di Nauru. Ia menyatakan takut anak-anaknya akan meninggal bila mereka dikirim kembali ke Nauru. 

Pencari suaka tersebut merupakan pengungsi Muslim Rohingya dari Myanmar. Saat dalam keadaan hamil di Nauru, katanya, ia ditahan dalam sebuah tenda selama dua minggu. Ia akhirnya melahirkan dengan cara operasi di sebuah rumahsakit di Brisbane, Rabu (06/11/2013). 

Menurut perempuan yang tak disebutkan namanya ini, di Nauru keluarganya kadang diberi makanan yang setengah matang, dan suhu di dalam tenda sangat panas. "Terlalu panas. Saya tak bisa jelaskan. Bahkan, siang malam saya tak bisa tidur karena panasnya," jelas perempuan tersebut lewat seorang penerjemah. 

Ia mengaku diterbangkan ke Australia sekitar 20 hari lalu. Seorang warga Nauru membenarkan, perempuan tersebut meninggalkan republik kecil tersebut tanggal 17 Oktober. 

Keesokan harinya, saat mengadakan jumpa pers mingguan, Menteri Imigrasi Scott Morrison menjawab pertanyaan mengenai adanya perempuan hamil di Nauru. 

"Ada anggapan bahwa di Nauru ada perempuan hamil anak kembar. Itu tidak benar, sama sekali tidak benar. Saya menyarankan media memeriksa benar dugaan semacam ini," ucap Morrison ketika itu.

Perempuan pencari suaka yang baru melahirkan tersebut bercerita bahwa ia dikirim ke Australia seorang diri. Ia kemudian meminta dokter merekomendasi agar suami dan dua anaknya dipindahkan bersamanya. Tiga hari kemudian, suami dan anak-anaknya tiba di Australia. 

Setelah melahirkan, perempuan tersebut meminta pada pihak imigrasi agar keluarganya tidak dikirim kembali ke Nauru. 

"Saya rasa anak-anak tidak akan bertahan hidup bila dikembalikan ke Nauru. Bahkan anak saya yang berusia tujuh dan empat tahun, mereka selalu menangis dan tidak makan, dan mereka merasa keadaan itu sulit sekali," tuturnya. "Sekarang, dengan bayi baru lahir ini, kalau kami kembali, mungkin saja mereka meninggal." 

Perempuan ini mengatakan pihak imigrasi memberitahunya bahwa ia akan dikirim kembali ke Nauru bila memungkinkan. 

Saat hamil di Nauru, ia menjalani proses pemindaian atau scan, dan diberitahu bahwa janinnya kembar.

"Mereka bilang begitu di Indonesia dan kemudian Nauru. Mereka bilang ia akan melahirkan kembar: laki-laki dan perempuan," kata penerjemah.

Organisasi PBB yang menangani pengungsi, UNHCR, mengunjungi Nauru bulan lalu dan bertemu dengan perempuan yang memberi tahu tentang kehamilan kembarnya itu.

Ketua Komisi Hak Asasi Manusia, Gillian Triggs, mengatakan bahwa orang-orang yang rentan tengah menghadapi situasi tak manusiawi di pusat-pusat detensi di luar benua Australia. 

"Kami khawatir mengenai lingkungan yang tidak bersahabat bagi mereka yang rentan," ucap Triggs, "Lingkungan itu tak bersahabat untuk semua orang, namun mengirimkan anak-anak dan perempuan, apalagi perempuan hamil, itu tindakan yang amat keras." 

Menurut Triggs, penanganan para pencari suaka seharusnya berdasarkan kondisi individu. 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement