REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Parlemen Australia mendesak Pemerintahan Canberra segera menetralkan krisis diplomatik dengan Indonesia. Ketua Oposisi di Parlemen, Bill Shorten, menanggapi pertikaian antara Canberra dan Jakarta akan memperparah hubungan kedua negara.
Shorten mengatakan, Abbot tidak perlu berleha-leha membiarkan bara diplomasi terus membakar Australia di Jakarta. Desakan Shorten menjadi keputusan dari hak interpelasi Parlemen Australia menanggapi skandal penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Jakarta. "Kami menegaskan keseriusan masalah ini. Perdana Menteri (Abbot) harus menyelesaikan persoalan ini dengan Indonesia tepat waktu,'' kata dia, seperti dilansir the Australian, Kamis (21/11).
Shorten menambahkan, peringatan Indonesia adalah keseriusan yang harus dipenuhi. Indonesia berang setelah tersingkapnya skandal penyadapan yang dilakukan intelijen negara itu di Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Penyadapan itu dilakukan terhadap sambungan komunikasi pribadi Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2009 lalu.
Terungkapnya skandal tersebut setelah mantan kontraktor informasi Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS), Edward Snowden, membocorkan aktivitas mata-mata AS dan sekutu. Penyadapan itu juga menyasar sembilan pejabat tinggi negara lainnya, termasuk Ibu Negara Kristiani Herawati Yudhoyono.
Dalam pernyataan, Rabu (20/11), SBY menegaskan aksi memata-matai itu adalah tindakan amoral. Pernyataan Presiden adalah kecaman politik luar negeri terkeras selama dia menjabat sejak 2004. SBY bahkan berani meninggikan kemarahannya dengan mengirimkan nota diplomatik untuk menghentikan sejumlah kerja sama dua negara.
SBY meminta agar kerja sama bidang pertahanan dan kontraterorisme, serta penegakan hukum disetop. Kata dia, penghentian kerja sama itu menunggu Abbot menjelaskan dan mengklarifikasi secara resmi perihal penyadapan tersebut. Keputusan SBY melengkapi langkah sebelumnya dengan menarik Duta Besar Indonesia di Canberra, Selasa (19/11).
Menurut Shorten, kecaman SBY adalah ancaman serius. Meskipun Shorten tidak meminta Abbot untuk meminta maaf, seperti yang diharapkan Pemerintah Indonesia, namun pemutusan kerja sama beberapa bidang dengan Jakarta akan membawa 'petaka' bagi Canberra.