Selasa 07 Jan 2014 20:33 WIB

Pemimpin Sudan dan Sudan Selatan Gelar Pertemuan

Rep: Gita Amanda/ Red: Nidia Zuraya
Para pengungsi yang menghindar dari perang saudara di Sudan Selatan
Foto: Reuters
Para pengungsi yang menghindar dari perang saudara di Sudan Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, JUBA -- Presiden Sudan Omar al-Bashir pada hari Senin (6/1) waktu setempat melakukan kunjungan ke ibukota Sudan Selatan, Juba, untuk menemui Presiden Sudan Selatan Salva Kiir. Menurutnya, perang selama 20 tahun dengan Sudan Selatan mengajarkan, bahwa perundingan merupakan satu-satunya penyelesaian konflik di Sudan Selatan.

Presiden Bashir mengatakan, kekerasan yang terus terjadi di Sudan Selatan berarti pengorbanan besar yang dilakukan Sudan selama ini dengan melepaskan Sudan Selatan tak berarti. Konflik bersenjata menurutnya tak akan menyelesaikan masalah apa pun. "Tak peduli seberapa rumit, semua dapat diselesaikan di meja perundingan," ungkap Bashir.

Pertemuan tersebut, menurut Bashir, untuk menegaskan hubungan yang kuat dengan Sudan Selatan.Setelah sekitar 20 tahun perang, Sudan Selatan akhirnya memisahkan diri secara damai pada 2011. Namun Sudan dan Sudan Selatan tetap terikat dalam industri minyak bersama.

Sudan Selatan memiliki sebagian besar ladang minyak di kawasan itu. Namun, pompa minyak harus melewati pipa yang mengalir melalui Sudan. Pecahnya pertempuran di Sudan Selatan membuat Sudan kehilangan pendapatan dari sektor minyak. Produksi minyak di Sudan Selatan sendiri terus merosot hingga sekitar 15 persen, sejak meletusnya pertempuran.

Pasukan anti-pemerintah telah mengontrol sejumlah kota ladang minyak. Diantaranya mengontrol kota Bentiu, yang merupakan ibukota negara bagian Unity. Pemerintah Sudan Selatan mengatakan, minyak sudah tak lagi mengalir dari ladang di Unity. Banyak dari pekerja di ladang minyak, yang berasal dari Cina dan Pakistan, juga telah meninggalkan negara itu akibat konflik. "Kami yakin bahwa konflik bersenjata hanya akan menciptakan komplikasi dan tak ada gunanya. Orang-orang harus kembali ke meja perundingan," ujar Bashir.

Dilansir dari Aljazeera, berdasarkan pertemuan Bashir dan Kiir, kedua negara sepakat untuk mempertimbangkan penyiapan pasukan gabungan untuk melindungi ladang minyak vital selama krisis berlangsung. Menteri Luar Negeri Sudan Ali Ahmed Karti mengatakan, pihak Sudan Selatan memulai pembicaraan mengenai pasukan gabungan untuk mengamankan ladang minyak beresiko. "Sudan dan Sudan Selatan sedang berkonsultasi mengenai pembentukan pasukan campuran untuk melindungi ladang minyak di Selatan," ujar Karti.

Pembicaraan damai antara perwakilan Sudan Selatan dan mantan Wakil Presiden Riek Machar, belum menunjukkan perkembangan berarti. Para pejabat mengatakan, kedua belah pihak sepakat akan kembali melanjutkan pembicaraan pada Selasa (7/1).

Sudan Selatan telah mengalami bentrokan dengan kekerasan selama tiga pekan. Kiir mengatakan, pertempuran pecah sejak upaya kudeta Machar 15 Desember lalu. Namun Machar menyangkal tuduhan tersebut. Pertempuran telah menyebabkan 200 ribu warga meninggalkan rumah mereka untuk mengungsi. Sementara lebih dari seribu orang dinyatakan tewas.Pasukan yang setia dengan Machar telah mengendalikan dua kota ladang minyak penting di negara tersebut.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement