Jumat 24 Jan 2014 13:36 WIB

Puluhan Muslim Rohingya Kembali Jadi Korban

Rep: Gita Amanda/ Red: Dewi Mardiani
  Sejumlah warga muslim Rohingya naik perahu menyeberangi sungai Naf, untuk melintasi perbatasan dari wilayah Myanmar ke Bangladesh, di kota Teknaf sebelah Selatan Bangladesh  . (Reuters)
Sejumlah warga muslim Rohingya naik perahu menyeberangi sungai Naf, untuk melintasi perbatasan dari wilayah Myanmar ke Bangladesh, di kota Teknaf sebelah Selatan Bangladesh . (Reuters)

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Dari laporan PBB pada Kamis (23/1), setidaknya 48 Muslim tewas akibat serangan oleh sekelompok massa Buddha di desa terpencil di barat Myanmar awal bulan ini. PBB mendesak pemerintah Myanmar untuk segera melakukan penyelidikan secara adil dan bertanggung jawab atas insiden tersebut.

Namun juru bicara kepresidenan Myanmar, Ye Htut, dengan tegas membantah laporan pembantaian itu. Ia menyatakan sangat keberatan dengan klaim PBB. Htut mengatakan, fakta dan angka terkait kejadian itu benar-benar salah.

Myanmar, yang mayoritas warganya beragama Buddha telah bergulat dengan kekerasan sektarian sejak Juni 2012. Insiden di Du Char Yar Tan, sebuah desa di utara Rakhine, tampaknya jadi peristiwa paling mematikan dalam satu tahun. Hingga saat ini jumlah korban tewas akibat kekerasan sektarian di Myanmar mencapai 280 jiwa.

Sementara itu PBB mengatakan telah menerima informasi kredibel terkait insiden pembantaian terbaru di Myanmar. Dari informasi yang didapat, delapan warga Rohingya dinyatakan telah diserang dan dibunuh di desa dekat perbatasan Bangladesh, oleh Rakhine setempat pada 9 Januari.

Empat hari kemudian aksi balasan dilancarkan warga Rohingya. Seorang sersan polisi di desa itu ditangkap dan dibunuh oleh warga Rohingya. Hal itu mendorong polisi desa dan warga Rakhine setempat untuk membunuh sedikitnya 40 warga Rohingya. Mereka yang dibunuh termasuk pria, wanita, dan anak-anak pada malam yang sama.

Kepala HAM PBB, Navi Pillay, mengatakan ia telah menerima informasi pembunuhan pada Januari lalu di desa Char Du Yar Tan. Kemudian menyusul laporan bentrokan yang terjadi pada 13 Januari di desa yang sama. Ia mendesak pemerintah Myanmar untuk cepat menyelidiki laporan itu.

"Dengan menanggapi insiden ini dengan cepat dan tegas, pemerintah memiliki kesempatan untuk menunjukkan transparasi dan akuntabilitas yang memperkuat demokrasi dan supremasi hukum Myanmar," ujar Pillay seperti dilansir AFP.

Saksi dan kelompok hak asasi mengatakan, kebanyakan pria dan anak-anak lelaki Rohingya segera melarikan diri dari desa karena mereka kerap disalahkan dalam setap pelanggaran. Akibatnya, sebagian besar perempuan dan anak-anak Rohingya ditinggalkan di desa itu. Pillay mengatakan, PBB percaya sedikitnya 40 Muslim Rohingya tewas termasuk wanita dan anak-anak. Sehingga, total korban tewas dari dua insiden yang terjadi, mencapai 48 orang.

Sejak insiden itu, desa telah dikosongkan dan ditutup. Wartawan tak diizinkan mendekati desa, sementara misi PBB dan kelompok HAM yang memasuki desa diawasi dengan ketat.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement