REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia akan berada di bawah tekanan diplomatik karena Dewan Keamanan PBB dan para pemimpin negara-negara Eropa pada Kamis mengadakan pembicaraan darurat untuk mencari solusi bagi krisis di Ukraina, setelah situasi di Crimea menciptakan krisis Timur-Barat yang terburuk sejak Perang Dingin.
KTT Uni Eropa di Brussels dimulai pada 10.30 (waktu greenwich) ketika para pemimpin Eropa akan bertemu dengan Perdana Menteri Ukraina Arseniy Yatsenyuk, yang mengambil alih pemerintahan setelah penggulingan Presiden Viktor Yanukovych bulan lalu.
Seperti dilansir reuters, Jelang KTT tersebut, Uni Eropa membekukan aset-aset yang dimiliki oleh 18 warga Ukraina yang dituduh melakukan penggelapan, termasuk mantan presiden Ukraina yang mendukung Rusia, Yanukovych, dan putranya Oleksandr.
Sementara Uni Eropa berfokus mencari solusi krisis Ukraina, 40 personil pengamat militer yang tidak bersenjata dikerahkan ke Crimea dalam misi yang dibentuk oleh Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE), yang bertujuan meredakan ketegangan di wilayah pusat krisis.
Kemudian, 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB akan mengadakan pembicaraan tertutup mulai pukul 19.30 (waktu greenwich) di New York, yang merupakan konsultasi keempat yang dilakukan badan keamanan dunia itu sejak Jumat (28/2) terkait krisis Ukraina.
Namun, selama pembicaraan darurat yang dilakukan DK PBB pada Senin (3/3), Rusia mengatakan kepada anggota dewan lainnya bahwa Yanukovych telah meminta pemerintah Rusia untuk mengirim pasukan guna membangun kembali hukum dan ketertiban di negaranya (Ukraina).
Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Rusia memegang hak veto dan dapat memblokir rancangan resolusi yang diusulkan badan itu.
Terkait ketegangan di Ukraina, utusan khusus PBB untuk Crimea Robert Serry dipaksa untuk mempersingkat kunjungannya karena ia sempat dihadang oleh beberapa orang bersenjata tak dikenal pada Rabu (5/3). Namun, Serry diharapkan untuk segera kembali ke Kiev.
Serry, yang dikirim ke semenanjung Laut Hitam oleh Sekjen PBB Ban Ki-moon, mengatakan kepada televisi CNN bahwa ia berhadapan dengan sejumlah orang bersenjata setelah mengunjungi markas angkatan laut Ukraina di ibukota Crimea, Simferopol.
Serry mengatakan, ia dicegah kembali ke kendaraannya dan orang-orang bersenjata itu pun menolak untuk mengidentifikasi diri mereka. "Mereka mengatakan telah menerima perintah .... untuk segera membawa saya ke bandara, tetapi mereka menolak memberitahu perintah itu dari siapa," ujarnya.
"Mereka mengatakan hal itu untuk keselamatan saya sendiri. Saya menolak dan penyanderaan terjadi," tambahnya. Ia juga mengatakan bahwa sopirnya sempat ditarik keluar dari mobil.
Serry mencari perlindungan di sebuah kafe lokal dengan asistennya untuk menelepon meminta misi penyelamatan. Kemudian, setelah kebuntuan yang menegangkan selama dua jam, ia diantar ke bandara dan naik pesawat pertama untuk keluar dari wilayah Ukraina - ke Istanbul.