REPUBLIKA.CO.ID, KRIMEA -- Negara-negara Barat, anggota Dewan Keamanan PBB terus meningkatkan tekanan kepada Rusia terkait penerimaan singkat referendum Crimea. Pasalnya, pihak Rusia berkeras referendum itu legal.
Pada Ahad (9/3) kemarin, parlemen Ukraina di semenanjung krimea yang pro-Rusia memutuskan untuk menggelar referendum. Oleh Barat, referendum itu dianggap ilegal. "Pertemuan ini benar-benar merupakan seruan bagi Rusia untuk tidak menindaklanjuti referendum itu, dan untuk masuk ke dalam negosiasi," kata utusan Prancis untuk PBB, Gerard Araud.
"Akan tetapi, pemerintah Rusia tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka mendengarkan kami," ujarnya.
Pertemuan antara PBB dan pihak Ukraina itu adalah sebuah pertemuan informal yang diadakan atas permintaan pemerintah Ukraina, yang dihadiri Yuriy Sergeyev, perwakilan Ukraina untuk PBB.
"Situasi ini semakin buruk dari hari ke hari ... ada kecenderungan menjadi keadaan darurat. Jika Crimea harus dianeksasi oleh Rusia, itu akan menjadi hal yang sangat serius dan memberi banyak konsekuensi dalam hubungan internasional," kata Araud.
"Duta Besar Rusia untuk PBB Vitaly Churkin telah menegaskan bahwa 'Rusia akan memenuhi tanggung jawab sejarahnya' terhadap Crimea," lanjutnya.
Sementara itu, utusan Inggris untuk PBB Mark Lyall Grant mengatakan pihaknya tidak melihat adanya "kemudahan bagi posisi Rusia, melainkan isolasi dan tekanan yang meningkat pada Rusia".
Grant mengatakan, duta besar Ukraina menekankan bahwa referendum itu cenderung ilegal dan "hampir semua negara anggota (DK PBB) merasa referendum itu akan menjadi tindakan ilegal". "Saya rasa jelas bahwa referendum yang bersifat bebas dan adil tidak dapat dibuat saat Krimea sendiri sedang dikendalikan oleh tentara Rusia. Kami terus menyerukan de-eskalasi dan pemantau internasional," katanya.
Dewan Keamanan PBB sejauh ini gagal untuk membentuk suatu keadaan stabil terkait krisis politik di Ukraina. Sementara, Rusia sebagai anggota tetap DK PBB dapat menggunakan hak vetonya untuk memblokir setiap keputusan yang dibuat oleh badan keamanan dunia itu.