Kamis 20 Mar 2014 10:00 WIB

Ditekan Soal Crimea, Rusia Ancam Barat

A man holds a Soviet Union flag as he attends a pro-Russian rally at the Crimean parliament building in Simferopol March 6, 2014.
Foto: Reuters/David Mdzinarishvili
A man holds a Soviet Union flag as he attends a pro-Russian rally at the Crimean parliament building in Simferopol March 6, 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia mengancam akan mengubah pendirian soal program nuklir Iran. Ancaman ini merupakan reaksi Moskow atas tekanan Uni Eropa dan Amerika Serikat yang mengecam invasi Moskow ke Crimea.

"Kami tidak ingin menggunakan perundingan ini sebagai ajang perjudian dengan mempertimbangkan apa yang sedang terjadi di ibu kota negara-negara Eropa seperti Brussels dan juga Washington," kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov kepada kantor berita Interfax.

"Namun jika kami dipaksa maka kami akan berbalik arah. Nilai historis mengenai apa yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir dan juga penyatuan kembali Crimea dan Rusia tidak dapat diperbandingkan dengan apa yang kami lakukan (berkaitan dengan Iran)," kata dia seperti dikutip AFP.

Pernyataan tersebut disampaikan Ryabkov di Wina di sela perundingan nuklir Iran yang juga melibatkan Rusia. Negosiasi tersebut dihadiri Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton dan Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif, yang baru-baru ini mengaku optimistis kesepakatan nuklir jangka panjang dapat diraih.

Iran bersama enam negara lainnya saat ini sedang berusaha mencapai kesepakatan nuklir jangka panjang sebelum 20 Juli mendatang.

Ryabkov mengatakan bahwa Rusia, yang sebelumnya mendukung Barat dan mendesak Teheran untuk menghentikan program nuklirnya, dapat mengubah pendiriannya. Dia menegaskan bahwa peristiwa historis di Crimea merupakan persoalan yang lebih penting.

"Pada akhirnya, semua pilihan dan keputusan bergantung pada sahabat-sahabat kami di Washington dan Brussels," kata Ryabkov.  Menurutnya, Rusia tidak ingin "bermain-main dengan Amerika Serikat, Eropa, maupun Iran." Moskow hanya ingin mempertahankan "kepentingan nasional yang fundamental."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement