Ahad 06 Apr 2014 13:13 WIB

Penjaga Perdamaian Afrika Tengah Kewalahan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Fernan Rahadi
Pasukan internasional asal Kongo sedang berjaga-jaga di jalanan Bangui, Republika Afrika Tengah, yang sedang berkecamuk.
Foto: EPA/Legnan Koula
Pasukan internasional asal Kongo sedang berjaga-jaga di jalanan Bangui, Republika Afrika Tengah, yang sedang berkecamuk.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGUI -- Tindakan anarkis di negara Afrika Tengah membuat para pasukan dari Prancis dan Afrika yang dikerahkan untuk menjaga perdamaian mulai kewalahan. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Sekjen PBB Ban Ki-moon, sehari setelah pasukan Chad ditarik kembali dari misi perdamaian.

Pekan depan Dewan Keamanan PBB akan menyepakati pengerahan 12 ribu pasukan penjaga perdamaian PBB di negara tersebut. Pasukan penjaga perdamaian akan mengambil alih kewenangan pasukan Uni Afrika untuk menjaga ketertiban di Afrika Tengah.

Sayangnya, pasukan tentara tersebut tidak akan diterjunkan hingga September mendatang, sehingga memicu kekhawatiran akan keamanan setempat. Pemerintah sementara pun tengah berjuang untuk mengendalikan kekerasan yang telah menewaskan hingga lebih dari dua ribu orang sejak Desember.

Selama kunjungannya ke negara miskin tersebut, Ban pun mengutarakan keinginannya untuk meminta bantuan menghadapi keamanan di negara itu. Ia mengatakan saat ini masyarakat internasional beresiko mengalami kembali kesalahan yang terjadi pada 1994, yakni genosida Rwanda yang menyebabkan 800 ribu orang telah tewas.

"Saya menghargai pasukan Uni Afrika dan Prancis. Tetapi mereka kekurangan pasukan dan kewalahan mengatasi situasi ini," kata Ban. Hingga pasukan PBB nantinya dibentuk, Ban pun menyerukan agar segera mengerahkan pasukan tambahan baik tentara maupun kepolisian. Meskipun begitu, ia tidak menyebutkan dari mana asal pasukan tersebut.

Pasukan Uni Eropa pun sudah lama diperkirakan akan dikerahkan di negara tersebut pada akhir bulan ini dengan menerjunkan 800 tentara baru. "Masyarakat internasional pernah gagal saat genosida Rwanda 20 tahun yang lalu. Dan sekarang kita hampir mengalami hampir yang serupa terhadap masyarakat Afrika Tengah," kata Ban.

Ban pun mengkhawatirkan genosida yang terjadi di Rwanda akan terulang lagi karena warga Afrika Tengah banyak yang meninggalkan rumahnya dan mencari perlindungan dari orang-orang yang seagama dengan mereka. "Masyarakat Afrika Tengah tidak perlu meninggalkan rumahnya dan meninggal, sementara dunia memutuskan apakah akan menepati janjinya. Anda telah menunggu cukup lama," kata Ban, seperti dilansir dari New York Times.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement