REPUBLIKA.CO.ID, OKLAHOMA-– Salah seorang terpidana mati Amerika Serikat (AS) dalam kasus Oklahoma, meninggal dunia karena serangan jantung. Clayton Lockett pun tewas, usai proses eksekusinya dihentikan, menyusul tidak berfungsinya secara benar suntikan mematikan dari tiga obat yang diberikan.
Dikutip dari BBC News, Rabu (30/4), eksekusi Lockett dihentikan, ketika salah satu pembuluh darah pria berusia 38 tahun itu pecah. Penghentian dilakukan, pasca eksekusi berjalan selama 20 menit.
Saksi mata mengungkapkan, Lockett meronta dan tak terkendali setelah obat diberikan padanya. ''Kami yakin bahwa pembuluh darahnya menggelembung dengan sendiri dan obat-obat yang disiapkan tak bekerja. Direktur pun memerintahkan penghentian eksekusi itu,'' kata juru bicara Oklahoma Department of Corrections, Jerry Massie.
Namun pengacara Lockett, David Autry, justru mempertanyakan insiden tersebut. Menurut AP, Autry bersikeras, kliennya memiliki ukuran lengan yang besar dan pembuluh darah yang baik. Masalah seputar eksekusi Lockett muncul, di tengah perdebatan yang luas atas legalitas metode tiga jenis obat-obatan dan keabsahan penggunaannya.
Penggunaan metode itu masih dipertanyakan, apakah melanggar jaminan terhadap poin-poin hukuman dalam konstitusi AS. Adapun Lockett dijatuhi hukuman mati atas kasus penembakan yang terjadi tahun 1999. Lockett terbukti bersalah atas peristiwa penembakan terhadap wanita berumur 19 tahun.