Selasa 06 May 2014 14:47 WIB

AS Akan Jatuhkan Sanksi untuk Sudan Selatan

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Bilal Ramadhan
Sudan dan Sudan selatan
Sudan dan Sudan selatan

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON-- Amerika Serikat akan jatuhkan sanksi individu untuk mencegah kekerasan lebih lanjut di Sudan Selatan kepada dua belah pihak yang bertikai. Sumber-sumber diplomatik AS mengatakan pada Senin (5/5) sanksi individu akan dijatuhkan dalam beberapa hari mendatang.

Sumber yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan pada Reuters, AS akan memberikan sanksi berupa larangan perjalanan ke AS dan pemberkuan aset di bawah otoritas AS. Sanksi akan menimpa beberapa orang diantaranya pemimpin dari kedua belah pihak. Namun, sumber menolak mengungkap nama.

''Sanksi diberlakukan beberapa hari mendatang,'' katanya. Sumber lain menegaskan, AS telah membuat keputusan memberikan sanksi sejak Januari. Hanya tinggal menunggu waktu untuk mulai melancarkannya.

Pemberian sanksi dilakukan sebagai bentuk kekecewaan pemerintahan AS pada ulah para pemimpin Sudan Selatan yang tak mampu hentikan kekerasan terkait etnis. Menteri Luar Negeri AS John Kerry sebelumnya mengancam pemimpin pemberontak Sudan Selatan, Riek Machar dengan sanksi jika tak mau terlibat negosiasi perdamaian.

Ribuan orang telah menjadi korban akibat pembantaian etnis di negara yang memisahkan diri dengan Sudan itu. Sekitar satu juta orang kehilangan tempat tinggal. Pada Jumat lalu, PBB mengatakan kekerasan ini bisa berlanjut menjadi genosida, dengan pemerintahan yang tak punya gigi.

Organisasi bantuan kemanusiaan, Oxfam menyambut baik rencana pemberian sanksi individu. Noah Gottschalk, penasihat senior kebijakan kemanusiaan di Oxfam America mengatakan ini merupakan langkah penting untuk mengakhiri kekerasan. ''Namun keterlibatan AS tidak bisa hanya ini saja,'' katanya.

Ia mengimbau dalam beberapa hari mendatang AS harus bersiap terhadap konflik yang masih mungkin terjadi. Sementara, Kerry berusaha menyeret keduabelah pihak untuk menandatangani perjanjian di Addis Ababa pada Senin dalam mempertimbangkan genjatan senjata. Sehingga warga sipil bisa pindah ke tempat yang lebih aman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement