REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Akibat jumlah ekspor yang menurun dan nilai impor yang stagnan, surplus perdagangan Australia pada bulan Maret 2014, menyusut. Menurut Badan Pusat Statistik Australia, surplus perdagangan merosot 42% dari nilai sebelumnya yang mencapai 1.257 miliar dolar.
Ekonom dari Bank Wetspac Australia, Andrew Hanlan, mengatakan, nilai surplus bulan Maret memang di luar harapan, namun bisa dipastikan Australia masih berada di zona aman.
Kemerosotan nilai surplus pada Maret 2014 disebabkan turunnya jumlah ekspor hampir sekitar 2 persen. Penyebabnya diduga harga komoditi yang jatuh pada bulan itu.
“Nilai ekspor menurun sedikit dari yang kita perkirakan, merosot 1.8%, dengan harga komoditas yang lebih lemah pada bulan itu,” jelasnya.
Harga komoditas logam adalah penyumbang terbesar kemerosotan surplus, dengan penurunan 6.2% atau sekitar setengah miliar dolar.
Di samping penurunan surplus perdagangan, Kepala Riset Asia-Pasifik dari perusahaan TD Sekuritas, Annette Beacher, mengatakan, nilai bersih ekspor masih mampu menggenjot neraca perdagangan 3 bulanan.
“Pasang surut di sektor perdagangan sudah kami perhitungkan sebagai faktor pendorong pertumbuhan pendapatan nasional (GDP) untuk tahun 2014 (dan 2015), dua faktor pendorong lain adalah tingkat konsumsi rumah tangga dan pembangunan properti. Kami memperkirakan, pertumbuhan GDP mencapai 3% tahun ini, dan tingkat pertumbuhan lapangan kerja juga akan naik,” jelasnya.
Ekonom senior dari lembaga riset bisnis ‘NAB”, David de Garis, bahkan lebih optimistis akan pertumbuhan GDP Australia, dan meyakini bahwa nilai bersih ekspor akan menyumbang 0,9% dari GDP negeri Kanguru ini.
Sementara itu, ekonom dari Kanada, Michael Turner, memperkirakan, kontribusi nilai bersih ekspor terhadap pertumbuhan GDP hingga bulan Maret 2014 adalah sebesar 0.75-1 persen.
“Masih menyokong laporan keuangan kuartal yang sehat,” pungkasnya.