Kamis 29 May 2014 16:28 WIB

Farzana Parveen, Meregang Nyawa Demi Sebuah Cinta

Rep: ani nursalikah/ Red: Taufik Rachman
Demo anti honour killing
Demo anti honour killing

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Muhammad Iqbal tidak pernah menyangka cintanya akan berujung duka. Bahkan berakhir tragis.

 

Sang istri Farzana Parveen yang berusia 25 tahun harus meregang nyawa akibat dipukuli dan dirajam oleh keluarganya sendiri, termasuk oleh ayah dan saudara laki-lakinya, Selasa.

 

Polisi menahan ayahnya tidak lama usai membunuh anak perempuannya. Di hadapan polisi dia mengaku membunuh putrinya karena sang anak menikahi laki-laki pilihannya meski ditentang keluarga.

 

Jasad Parveen disemayamkan di hadapan sekitar 100 kerabat suaminya pukul 02.00 di provinsi Punjab. Iqbal mengatakan terpaksa memakamkan istrinya pada dini hari karena kondisi mengenaskan jasad istrinya.

 

Pria 45 tahun tersebut menceritakan dia bersama istrinya pergi ke pengadilan tinggi di Lahore untuk menggugat laporan ayah mertuanya Mohammad Azeem yang menuduhnya menculik putrinya.

 

Pasangan itu diserang saat mendekati pengadilan. Otoritas mengatakan Azeem menyerang putrinya atas nama kehormatan alias honour killing.  "Kami saling mencintai. Kami menikah pada 7 Januari 2014 dan istri saya sedang hamil tiga bulan," kata Iqbal.

 

Mereka ke pengadilan karena istrinya ingin mengatakan pada pengadilan dia tidak diculik. Mereka datang bersama kuasa hukum mereka Mustafa Kharal. Menurutnya, mereka sudah hampir sampai ke pengadilan ketika tiba-tiba puluhan orang menyerang mereka.

Iqbal mengatakan di antara para penyerang adalah ayah mertuanya, dua saudara laki-laki istrinya dan seorang perempuan. m"Saya melihat perempuan muda dari keluarga  istri saya menamparnya. Beberapa orang juga memukuli saya. Saya mencoba menyelamatkan nyawa istri tapi saya gagal," katanya lirih saat dihubungi di rumahnya di Jaranwala.

 

Iqbal bersumpah akan memperjuangkan keadilan atas kematian Parveen. Dia mengaku sejak menikah mereka terus menerima ancaman.

 

Iqbal mengatakan hal yang paling menyakitkan adalah tidak ada orang yang menolong istrinya. Padahal polisi, ratusan pengacara dan warga ada di sana, tapi mereka hanya menonton.

 

Perjodohan merupakan norma umum yang berlaku di Pakistan. Ratusan perempuan harus mati akibat honour killing yang dilakukan suami atau kerabat sebagai hukuman atas dugaan perzinahan atau perilaku seksual yang dilarang.

 

Namun, dirajam di muka publik sangat jarang terjadi. Penyelidik polisi Rana Akhtar mengatakan Azeem menyerahkan diri beberapa jam setelah penyerangan itu. Polisi sedang mencari pelaku lain.

 

Komisioner Tinggi PBB untuk hak Asasi Manusia Navi Pillay mengutuk keras pembunuhan itu. Dia meminta pemerintah Pakistan mengambil langkah darurat dan keras untuk mengakhiri honour killing.

 

"Saya sangat terkejut dengan kematian Farzana Parveen yang dibunuh secara brutal oleh kerabatnya hanya karena menikahi pria pilihan hatinya. Saya bahkan tidak ingin menggunakan istilah honour killing. Tidak ada kehormatan dalam membunuh perempuan seperti itu," ujar Pillay, dikutip dari AFP.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement