REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Pemerintahan Republik Indonesia dan Australia sepakat untuk menyelesaikan beragam masalah yang mengganggu termasuk isu penyadapan, serta mencari peluang kerja sama baru pada masa mendatang.
"Kami bersepakat menyelesaikan masalah yang sempat mengganggu dan bersepakat mencari peluang kerja sama baru demi kepentingan Indonesia dan Australia," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam konferensi pers setelah pertemuan bilateral kedua negara di Batam, Rabu (4/6).
Menurut Presiden Yudhoyono, pertemuan dirinya dengan Perdana Menteri Australia berlangsung dengan baik, produktif, dan konstruktif, guna menjaga dan meningkatkan kerja sama kemitraan kedua bangsa untuk menuju masa depan yg lebih baik.
Presiden menekankan pentingnya kemitraan yang berdasarkan prinsip "mutual benefit" dan "mutual respect" terutama mengingat hubungan RI-Australia dari masa ke masa terus mengalami kemajuan.
"Sesekali ada isu bilateral yang muncul dan itu wajar.. Semangat kami mencari solusi sebaik mungkin untuk mengatasinya," katanya.
Presiden mengemukakan bahwa butir yang penting untuk diselesaikan adalah isu penyadapan yang terjadi pada tahun 2013, di mana Indonesia melalui Menlu Marty Natalegawa telah mengajukan usulan protokol dan "code of Conduct" yang diharapkan bisa diselesaikan dalam waktu dekat.
Sementara itu, PM Australia Tony Abbott mengatakan, pihaknya meyakini bahwa berbagai isu tersebut dapat mendapatkan kesepakatan yang memuaskan. "Isu intelijen (penyadapan) akan dipecahkan melalui proses yang sedang berjalan antara Menlu RI Marty Natalegawa dan Menlu Australia Julie Bishop," katanya.
PM Australia mengingatkan bahwa kedua negara adalah mitra yang saling percaya dan tingkat kepercayaan itu terus bertumbuh seiring waktu.
Abbott juga menyatakan bahwa kerja sama intelijen dan keamanan penting untuk menjaga perdamaian kedua negara serta Australia juga menyatakan dukungan totalnya terhadap integritas teritorial Indonesia.
Seusai konpers, Menlu Marty Natalegawa mengatakan pihaknya telah mengirimkan draf tapi hingga kini belum ada tanggapan jawaban resmi atas draf tersebut dari pihak Australia.
Marty mengemukakan bahwa pihaknya tidak akan memaksakan tenggat waktu tetapi diharapkan penyelesaian yang lebih cepat lebih baik.