REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Pejabat tinggi PBB memperingatkan ancaman bencana kemanusian yang akan melanda Sudan Selatan. Pasalnya, kekerasan yang akhir-akhir ini sering terjadi semakin membuat kondisi negara tersebut mengkhawatirkan.
Edmond Mulet, asisten Sekjen PBB untuk operasi perdamaian, memperingatkan para anggota Dewan Keamanan pada Rabu (6/8) kemarin. Ia menyebutkan hampir empat juta orang, yang 50 ribu diantaranya merupakan anak-anak, terancam bencana kelaparan akibat konflik ini.
“Setelah tiga tahun kemerdekaan, Sudan Selatan diambang bencana kemanusian dan dilanda konflik dalam negeri,” kata Mulet. “Krisis ini diciptakan oleh manusia, siapa yang bertanggung jawab atas konflik ini sangatlah lamban mengatasi kondisi ini,” tambahnya.
Masalah kelaparan dan makanan yang disebabkan oleh kekerasan ini menyebabkan lebih dari satu juta orang melarikan diri. Hampir 500 ribu orang pun telah melintasi perbatasan menyelamatkan diri.
Sementara itu, Dewan Keamanan berencana akan mengunjungi Sudan Selatan pada pekan depan. Joseph Moum Malok, utusan Sudan Selatan untuk PBB mengatakan pemerintahnya berkomitmen akan menyelesaikan konfik ini melalui negosiasi. Namun, pihaknya juga terpaksa harus melakukan pertahanan guna melindungi warga sipilnya.
Pembicaraan perdamaian antara pemerintah Sudan Selatan dan para pemberontak di Ethiopia dimulai pada Senin. Pembicaraan ini diupayakan guna menciptakan pemerintahan transisi. Namun, pembicaraan ini belum menghasilkan apapun, menyusul bentrokan di sepanjang perbatasan Sudan Selatan dengan Sudan.
Beberapa orang pun meyakini kekerasan ini akan memicu adanya perang sipil antara Sudan Selatan dan kelompok pemberontak. Pertempuran ini pecah pada Desember lalu setelah Presiden Salva Kiir, yang berasal dari etnis Dinka, menuduh wakilnya Riek Machar akan menggulingkannya. Tuduhan ini pun kemudian menyebabkan serangan antar etnis. Sejumlah gencatan senjata pun gagal dilakukan.