Selasa 02 Sep 2014 13:04 WIB

Pencaplokan Israel Perburuk Situasi Usai Perang Gaza

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Pengunjuk rasa berlari di depan buldoser militer Israel saat bentrok dengan pasukan Israel saat aksi protes menentang pemukiman Yahudi di Qadomem, Kofr Qadom dekat Nablus, Tepi Barat, Palestina, Jumat (27/6).
Foto: reuters
Pengunjuk rasa berlari di depan buldoser militer Israel saat bentrok dengan pasukan Israel saat aksi protes menentang pemukiman Yahudi di Qadomem, Kofr Qadom dekat Nablus, Tepi Barat, Palestina, Jumat (27/6).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Langkah Israel yang akan mencaplok 400 hektar lahan di Tepi Barat Palestina menuai kecaman dari berbagai pihak. Pasalnya, tindakan Israel ini melanggar hukum internasional dan menghambat kesepakatan perdamaian dengan Palestina.

Nabil Abu Rdaina, juru bicara Presiden Palestina Mahmud Abbas, mendesak Israel membatalkan tindakannya tersebut.  "Keputusan mereka akan menyebabkan situasi menjadi tak stabil. Langkah ini hanya akan memperburuk situasi setelah perang di Gaza," kata Abu Rdainah, dikutip dari The Guardian, Senin (1/9).

Baca Juga

Pemerintahan Obama selama ini menentang langkah Netanyahu atas pendudukan tanah Palestina. Setelah perjanjian perdamaian yang ditengahi oleh AS terhenti, pejabat AS menyebutkan masalah pembangunan pemukiman menjadi alasan utamanya. Mereka juga menyalahkan Palestina karena telah menandatangani serangkaian perjanjian dan konvensi internasional.

Israel mengatakan pembangunan di Gevaot tidak termasuk pembentukan pemukiman baru karena wilayah tersebut resmi ditetapkan sebagai kawasan yang sudah ada, yakni Alon Shvut. Sekitar 500 ribu warga Israel tercatat tinggal bersama dengan 2.4 juta warga Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem timur, wilayah yang diduduki Yahudi pada perang 1967.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement