REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden berjanji bahwa dalam beberapa pekan mendatang dia akan mengumumkan sanksi dan larangan visa serta tindakan lainnya terhadap pelanggar kebebasan pers di seluruh dunia. “Dalam beberapa pekan mendatang, saya akan mengambil tindakan eksekutif sebagai respons terhadap tindakan keras terhadap kebebasan pers global, seperti yang terjadi pada penahanan yang salah terhadap jurnalis di seluruh dunia,” kata Biden dalam pernyataan untuk memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia pada Jumat, (3/5/2024).
Tindakan keras terhadap kebebasan pers, kata dia, akan dinyatakan sebagai ancaman besar bagi keamanan nasional. Dia akan mengesahkan tindakan, termasuk sanksi dan larangan visa, terhadap pihak-pihak yang melakukan tindakan kasar untuk membungkam pers.
Biden menekankan bahwa pekerja media sangat penting bagi setiap negara demokrasi karena ikut menciptakan "perbedaan pendapat yang disampaikan dengan baik", yang dinilainya sangat penting untuk membangun masyarakat yang lebih tangguh.
Dia menekankan, 2023 menjadi salah satu tahun paling mematikan bagi jurnalis, seperti yang terjadi dalam perang di Gaza. "Lebih dari 300 jurnalis dipenjara di seluruh dunia tahun lalu, rekor terbanyak dalam beberapa dekade," katanya.
Biden juga menyinggung kasus jurnalis AS Evan Gershkovich dan Alsu Kurmasheva yang dipenjara di Rusia dan kasus Austin Tice yang diyakini diculik saat melapor di Suriah pada Agustus 2012. Dia mendesak agar semua jurnalis yang dipenjara dibebaskan segera tanpa syarat karena mereka hanya melakukan pekerjaan.
Biden mengatakan bahwa AS telah membentuk koalisi dengan negara-negara lain yang akan melawan proliferasi dan penyalahgunaan spyware komersial yang sering digunakan untuk memata-matai jurnalis di seluruh dunia.