REPUBLIKA.CO.ID, FREETOWN -- Sierra Leone kembali kehilangan seorang dokternya akibat terjangkit virus ebola. Dokter berjenis kelamin wanita itu meninggal ketika upaya untuk mengirimnya ke pusat perawatan gagal dilakukan.
Demikian diungkapkan otoritas pemerintah Sierra Leone pada Ahad (14/9) yang dilansir dari theguardian.com. Kematian ini menjadi pukulan mundur bagi Sierra Leone yang sedang berjuang melawan ebola di tengah minimnya tenaga medis.
Dokter yang bernama Olivet Buck itu meninggal pada Sabtu (13/9). Kepala medis Sierra Leone, Brima Kargbo mengatakan Buck meninggal beberapa jam setelah WHO menyatakan ia tak dapat dibawa ke Jerman untuk menjalani perawatan
Sierra Leone telah meminta dana bantuan dari WHO untuk membawa Buck ke Eropa. WHO mengatakan tak dapat memenuhi permintaan itu namun WHO berjanji member perawatan terbaik di Sierra Leone. Termasuk memperoleh akses pada obat-obatan penangkal ebola yang kini tengah diuji coba.
Ebola menyebar lewat cairan tubuh dan akan langsung ditularkan begitu ada kontak langsung dengan penderita. Risiko ini menjadikan para dokter dan perawat sebagai orang yang paling rawan tertular ebola. Hingga saat ini belum ditemukan vaksin atau perawatan khusus yang dapat menyembuhkan penyakit mematikan ini.
Lebih dari 300 orang pekerja medis terinfeksi ebola di Guinea, Liberia, dan Sierra Leone. Berdasarkan data WHO, separuh dari pekerja medis tersebut akhirnya meninggal. Sejauh ini, hanya pekerja medis dan sukarelawan dari luar negeri yang dievakuasi dari Sierra Leone dan Liberia untuk mendapatkan perawatan khusus.
Dokter Sheik Humarr Khan, dokter ahli yang menangani kasus ebola, dipertimbangkan memperoleh perawatan khusus tersebut. Sayang nyawanya tak tertolong dan akhirnya meninggal pada akhir Juli lalu.