REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON - Sebuah survei yang dilakukan dari tanggal 23 Agustus sampai 16 September 2014 mengatakan, 23.9 persen Amerika sangat atau cenderung mendukung gagasan untuk melepaskan diri dari negara tersebut. Sementara, 53,3 persen dari 8.952 responden mengatakan sangat menentang gagasan itu.
Dorongan untuk memutuskan hubungan dengan Washington muncul dari berbagai garis partai dan wilayah. Pendukung Partai Republik dan warga di area pedesaan umumnya lebih terbuka dengan gagasan tersebut ketimbang pendukung Partai Demokrat dan penduduk timur laut.
Kemarahan terhadap Presiden Barack Obama dalam mengelola isu mulai dari reformasi perawatan kesehatan hingga Negara Islam (IS) dikabarkan menjadi salah satu sebab keinginan tersebut. Para responden dari pendukung Partai Republik mengaku tidak puas dengan pemerintahan seperti halnya dengan pemikirannya.
Responden lain mengatakan, kemacetan yang terjadi sejak lama di Washington membuat mereka mempertanyakan apakah Amerika serikat lebih baik mulai berdiri sendiri. upaya ini pernah dicoba dalam masa perang sipil yang berdarah selama 150 tahun.
"Saya tidak percaya akan ada perubahan berarti selama partai politik masih mengendalikan segala sesuatu. Tidak ada yang tuntas," kata seorang penduduk Camden, Carolina Selatan, Roy Gustafson. ia mengatakan, negara akan lebih baik jika dapat mengelola segala sesuatunya sendiri.
Menurunnya tingkat penerimaan terhadap pemerintah Obama disertai adanya perhatian khusus terhadap jajak pendapat warga Skotlandia dianggap mendorong orang tertarik pada gagasan pemisahan diri. Faktor lain ialah tuduhan para aktivis bahwa pemerintah AS melampaui kewenangannya.
"Tampaknya sudah memanas, terutama sejak terpilihnya Presiden Obama," kata Mordecai Lee, seorang professor urusan pemerintah di Universitas Winconsin di Milwaukee.