Senin 20 Oct 2014 21:00 WIB

Pengunduran Diri Menteri Perindustrian Pukulan Bagi PM Jepang

 Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe (paling kiri) berjabat tangan dengan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono jelang pertemuan bilateral kedua negara di Istana Negara, Jakarta, Jumat (18/1).  (Republika/Aditya Pradana Putra)
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe (paling kiri) berjabat tangan dengan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono jelang pertemuan bilateral kedua negara di Istana Negara, Jakarta, Jumat (18/1). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Menteri Perindustrian Jepang Yuko Obuchi mengundurkan diri terkait pernyataan bahwa dirinya menyalahgunakan dana politik untuk membeli suara dan kosmetik.

Hal tersebut menjadi pukulan bagi Perdana Menteri Shinzo Abe yang sedang menyuarakan reformasi gender.

Yuko Obuchi yang berusia 40 tahun, merupakan politisi perempuan yang sulit ditemukan di dunia politik Jepang karena didominasi pria yang lebih tua darinya.

Dalam konferensi pers yang disiarkan langsung oleh beberapa saluran televisi Jepang, Obuchi menjawab tuduhan terkait tertundanya sejumlah aktivitas parlemen akibat pengeluaran dana Obuchi.

"Sebagai Menteri Perkenomian, Perdagangan, dan Perindustrian, saya tak dapat membiarkan sejumlah kebijakan ekonomi dan energi tertunda karena masalah yang saya miliki," kata Obuchi, dikutip dari Antara, Senin (20/10).

"Saya akan mengundurkan diri dan fokus untuk menyelesaikan permasalahan yang dipertanyakan selama ini," ujar Obuchi setelah bertemu dengan PM Abe.

Yuko Obuchi merupakan menteri pertama bermasalah dalam masa jabatan PM Abe sejak Desember 2012, dimana dinilai sebagai pemerintahan yang stabil.

Namun pemerintah Jepang baru-baru ini dilaporkan lebih banyak dilanda skandal dan kejanggalan.

Pengangkatan Obuchi bersama dengan empat perempuan lain dalam kabinet Abe, dipandang menjadi pemacu peran perempuan pada masyarakat.

Dorongan ini menjadi sebuah langkah penting untuk mengatasi masalah angkatan kerja di Jepang dan lebih memberdayakan kemampuan.

Penunjukan Yuko Obuchi menjadi berita utama ketika Abe menyusun kembali kabinetnya pada September 2014, dengan memberikan sebuah tugas terkait sektor energi kepada seorang politisi yang pengalaman kabinetnya masih minim namun memiliki portofolio yang baik.

Dengan dipilihnya figur perempuan dalam kabinet, terdapat sebuah harapan bahwa gambaran keluarga yang ramah dari ibu dua anak ini dapat membentuk publik yang skeptis untuk memulai kembali proyek pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Jepang, di tengah kekhawatiran keamanan PLTN terkait bencana di Fukushima.

Namun dalam hierarki politik Jepang yang berbasis senioritas, terdapat laporan mengenai ketidakpuasan dari orang-orang yang merasa telah menghabiskan waktu mereka di belakang panggung dan telah melewati tahap promosi untuk mendukung perempuan yang belum berpengalaman.

Merusak pemerintahan

Sekretaris Jenderal dan juga orang nomor dua di Partai Demokrasi Liberal Sadakazu Tanigaki mengatakan sangat menyayangkan pengunduran diri Obuchi.

"Akan ada dampak negatif pada pemerintah karena Obuchi dinilai menjadi wanita yang memiliki peran yang aktif di parlemen," kata Tanigaki.

Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga mengatakan bahwa PM Abe akan mengambil langkah cepat untuk mencari pengganti Obuchi.

Skandal uang merupakan hal yang tidak biasa ditemukan dalam perpolitikan Jepang, dimana perintah dan aturan pengeluaran cenderung jelas dan mencegah aksi penyuapan dan pembelian suara.

Obuchi muncul dengan menjadikan budaya pemberian hadiah menjadi biasa pada politik Jepang.

Hadiah berupa kosmetik dan perjalanan menonton teater seharga 10 juta Yen atau setara 95.000 dolar AS selama beberapa tahun dinilai sebagai usaha untuk membeli suara.

"Sejumlah perusahaan dan organisasi memberikan hadiah kepada orang-orang-orang yang bersangkutan karena mereka terlibat dalam kegiatan ekonomi," kata Yoshihide Suga.

Suga mengatakan bahwa pemberian hadiah ini merupakan bagian dari kegiatan politik untuk bersosialisasi dengan berbagai jenis orang dan memperluas jaringan mereka ketika ikut serta dalam kegiatan politik, sehingga harga ini seharusnya disetujui sebagai biaya aktifitas politik.

Bagaimana pun, Suga mengakui bahwa terdapat sejumlah pertanyaan terkait biaya perjalanan menonton teater.

Suga juga berjanji akan menggelar penyelidikan menyeluruh atas masalah tersebut di bawah bantuan pengacara independen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement