Selasa 21 Oct 2014 15:46 WIB

Apa yang Harus Dilakukan untuk Mencegah 'Ekspor' Ebola?

Rep: Gita Amanda/ Red: Mansyur Faqih
Pemeriksaan ebola di bandar udara di Inggris
Foto: bbcindonesia
Pemeriksaan ebola di bandar udara di Inggris

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebuah studi terbaru menggarisbawahi potensi berbahaya penyebaran Ebola melalui penumpang pesawat yang terinfeksi. Jika pemeriksaan tak dilakukan di bandara, peneliti memperkirakan tiga orang terpapar Ebola kemungkinan terbang ke berbagai tempat setiap bulannya.

Kantor berita Associated Press melaporkan, peneliti menggunakan data penerbangan internasional dan sejumlah kasus Ebola untuk melakukan perhitungan. Hasilnya, tanpa pemeriksaan tiga orang terinfeksi bisa terbang ke berbagai wilayah setiap bulannya.

Mereka juga mencatat, pemeriksaan tidak mudah dan memakan waktu. Sebab orang yang terpapar Ebola baru menunjukkan gejala setelah tiga pekan. Ini memungkinkan beberapa kasus dapat lolos.

Negara Afrika Barat yang paling terpukul telah melakukan pemeriksaan penumpang sejak musim panas lalu. Sejak wabah pertama kali diidentifikasi pada Maret, hanya dua kasus ekspor Ebola terjadi. Satu kasus sebelum pemeriksaan diberlakukan, satu lagi setelah pemeriksaan dimulai di Liberia.

"Seiring berkembangnya wabah, kita akan melihat ekspor Ebola lebih besar ke dunia internasional," kata penulis studi Dr Kamran Kahn dari Rumah Sakit St Michael di Toronto.

Tanpa pemeriksaan di bandara, katanya, Ebola dapat 'diekspor' ke negara-negara berkembang. 

Kahn dan rekan-rekannya menghitung, negara-negara yang paling berisiko mendapat impor Ebola adalah Ghana dan Senegal. Kemudian diikuti Inggris dan Prancis.

Sementara Amerika Serikat secara signifikan berada di urutan bawah. Diikuti India, Kenya dan Jerman. Studi ini dipublikasikan pada Senin (20/10) dalam jurnal online Lancet.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement