REPUBLIKA.CO.ID, FREETOWN -- Setelah bulan lalu ebola melanda kawasan timur Sierra Leone, kini ebola memukul wilayah barat negara ini. Pemerintah setempat menyatakan pada Selasa (21/10), setiap hari puluhan orang jatuh sakit.
Pusat Respon Nasional Ebola (NERC) melaporkan, 49 kasus ebola telah dikonfirmasi hanya dalam satu hari, pada Senin (20/10), di dua zona ebola di sekitar ibukota. Anggota Parlemen Claude Kamanda yang mewakili wilayah barat mengatakan, lebih dari 20 kematian telah tercatat setiap harinya.
Sebagaimana dilaporkan Associated Press, Kamandana mengatakan pada surat kabat Politico, pihak berwenang tengah menghadapi tantangan untuk mengumpulkan mayat. Baik dari rumah-rumah yang telah dikarantina maupun yang tidak.
Pihak berwenang mengatakan, perpindahan orang-orang dari pedalaman ke Waterloo yang merupakan pintu gerbang ke Freetown menjadi pemicu meningkatnya kasus di barat. Ada anggapan kuat bahwa, banyak orang yang melanggar kebijakan karantina dan datang ke Freetown melalui Waterloo.
Hingga saat ini total 851 kasus ebola telah dikonfirmasi di dua zona yaitu, wilayah barat kota dan barat pedesaan. Diperkirakan wilayah barat akan melampaui jumlah kasus di timur yang menjadi pusat penyebaran di Sierra Leone. NERC mengatakan, dari data yang ada, 1012 kasus ebola telah dikonfirmasi di distrik-distrik timur seperti Kenema dan Kailahun.
Belum ada lagi kasus terbaru yang dilaporkan di Kenema dan Kailahun, hingga Senin. Namun juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Sierra Leone Margaret Harris mengatakan, masih terlalu dini menyatakan epidemi ebola di timur telah padam.
"Ada penurunan kasus baru (ebola) di Kenema dan Kailahun, tapi ada sedikit kasus yang terjadi karena penguburan yang tak benar. Jadi terlalu dini mengatakan, kita memiliki penurunan yang nyata," kata Harris.
Surat kabar lokal pada Selasa telah menyarankan pihak berwenang, untuk mengkarantina wilayah Waterloo. Program Pangan Dunia (WFP) juga telah mengirimkan bantuan makanan darurat pada warga di sana, selama akhir pekan.
"Meningkatnya rasa takur membuat masyarakat tak punya pilihan selain menyerukan pemerintah mengkarantina Waterloo. Ini seperti yang dilakukan di tempat lain termasuk Kailahun, Kenema, Bombali, Pelabuhan Loko dan Moyamba," tulis surat kabar Exclusive.
Banyak warga mencatat, ebola 'bergerak' mengikuti rute pemberontak pada 1991 yang memulai perang di distrik Kailahun. Perang berakhir di Freetown satu dekade kemudian. Sekarang musuh mereka adalah penyakit dan pemerintah diharapkan menaruh perhatian lebih dari sekadar respon gaya militer.
Presiden Ernest Bai Koroma pekan lalu menunjuk Menteri Pertahanan Alfred Palo Conteh menjadi Direktur NERC. NERC sendiri berkantor pusat di bekas gedung bekas Pengadilan Kejahatan Perang, di ujung barat Freetown.
WHO mengatakan, tiga negara Afrika Barat seperti Liberia, Sierra Leone dan Guine merupakan negara yang paling parah terpapar ebola. Hingga saat ini kematian akibat ebola mencapai 4.500 kasus, mayoritas berasal dari tiga negara tersebut.
Di Guine, Selasa, ratusan warga di Conakry yang bersebelahan dengan Stasiun Kaporo memprotes pembangunan pusat perawatan ebola di dekat wilayah itu. Warga khawatir ebola dapat mencemari lingkungan mereka.
"Kami tak ingin rumah sakit di sini. Mereka ingin mencemari lingkungan kami. Tak ada yang akan membeli apa pun di sini jika pusat perawatan didirikan," kata juru bicara warga Binta Sow.
Pada Selasa, negara Afrika Timur Rwanda melakukan pemeriksaan khusus pada wisatawan asal Amerika Serikat dan Spanyol.
Departemen Kesehatan Rwanda mengatakan, semua penumpang dari AS dan Spanyol akan memeriksa suhu badan saat kedatangan. Jika penumpang mengalami demam mereka akan ditolak masuk. Jika tak ada demam, wisatawan harus melaporkan kondisi kesehatan mereka sehari-hari pada pihak berwenang.