Ahad 26 Oct 2014 06:36 WIB

Perawat Amerika Serikat Berhasil Sembuh dari Ebola

Rep: C87/ Red: Bayu Hermawan
Health workers wearing protective gear wait to carry the body of a person suspected to have died from Ebola, in Monrovia, Liberia, Monday Oct. 13, 2014.
Foto: AP/Abbas Dulleh
Health workers wearing protective gear wait to carry the body of a person suspected to have died from Ebola, in Monrovia, Liberia, Monday Oct. 13, 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nina Pham, perawat asal Amerika Serikat yang tertular Ebola, dinyatakan sembuh pada Jumat (24/10). Sebelumnya, Nina tertular Ebola meskipun ia telah memakai alat pelindung diri secara lengkap.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Tjandra Yoga Aditama mengatakan setelah Nina dinyatakan sembuh, langsung dibawa ke Gedung Putih dan disambut oleh Presiden Barack Obama.

"Artinya ada dua hal, Ebola menjadi perhatian sampai ke tingkat Presiden AS. Kedua, bila diobati awal dan maksimal maka Ebola dapat sembuh," katanya kepada Republika, Sabtu (25/10).

Tjandra juga menjelaskan perkembangan terakhir Ebola dari WHO Jenewa. Kasus terbaru di Negara Mali, seorang anak berusia dua tahun diketahui menunjukan gejala tertular Ebola setelah pergi dari Guinea.

"Mimisan adalah salah satu gejala perdarahan akibat Ebola. Artinya jumlah yang ditularinya selama perjalanan mungkin lebih banyak dari 43 orang yang sekarang sedang diawasi ketat, termasuk 10 petugas kesehatan," jelasnya.

Selain itu, WHO menilai perlu diperhatikan kasus pertama Ebola di New York yang menimpa seorang dokter yang baru pulang dari ikut tim pengobatan pasien di Guinea.

Dalam perjalanan Guinea ke Belgia dan ke Amerika Serikat tidak ada keluhan dari dokter tersebut. Namun keluhannya baru timbul setelah lima hari tiba di New York.

Menurut Tjandra, hal itu bisa diartikan dua kasus Ebola di AS tidak sakit selama di pesawat dan ketika mendarat. Pengawasaan ketat harus dilakukan pada semua orang yang ada kontak dengan pasien ebola.

Pengawasan dilakukan dengan lima kemungkinan, mulai dari minimum temperatur dua kali sehari‎ sampai maksimum karantina ketat.

"Jadi pemeriksaan thermal scan memang tidak menjamin 100 persen pencegahan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement