REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina lagi-lagi menolak tantangan Filipina untuk membuktikan klaimnya di perairan Laut Cina Selatan melalui pengadilan arbitrase internasional. Penolakan itu dilakukan sepekan sebelum tenggat waktu bagi Cina memberi tanggapan.
Cina mengecam Filipina karena menempatkannya di bawah tekanan politik terkait kasus arbitrase internasional di perairan Laut Cina Selatan yang disengketakan.
Cina kembali menolak berpartisipasi sepekan tenggat waktu untuk merespon dalam kasus tersebut. Dalam sebuah pernyataan sikap, Cina menguraikan argumen terhadap yurisdiksi Pengadilan Tetap Arbitrase di Den Haag atas tuntutan Filipina mengenai sengketa Laut Cina Selatan tahun lalu.
"Tujuan yang mendasari bukan untuk mencari penyelesaian damai untuk Laut Cina Selatan, tapi memberikan tekanan politik terhadap Cina sehingga dapat menyangkal hak-hak sah Cina di Laut Cina Selatan melalui 'penafsiran atau penerapan' konvensi," kata kementerian luar negeri Cina, dilansir dari Reuters, Ahad (7/12).
Cina mengklaim hampir sebagian besar luas Laut Cina Selatan. Hal ini menjadikan Cina harus bersengketa dengan Vietnam, Filipina, Taiwan, Malaysia dan Brunei Darussalam. Cina juga bersengketa dengan Jepang atas kepulauan di Laut Cina Timur.
Cina sejak lama mengatakan tidak akan berpartisipasi dalam proses arbitrase dan bersikeras akan menyelesaikan sengketa secara bilateral.
Pengadilan memberikan Cina sampai dengan 15 Desember untuk menjawab kasus ini. Namun, partisipasi Cina tidak diperlukan karena pengadilan tidak dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa, tetapi untuk membuktikan validitas atas sembilan garis titik-titik yang diklaim Cina.
Selain itu pengadilan arbitrase juga bertujuan sebagai klarifikasi fitur, seperti Beting Scarborough di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut yang ditandatangani Cina. Klaim Cina didasarkan pada petanya dengan sembilan garis titik-titik yang membentang jauh ke selatan dari lepas pantainya.
"Masih ada orang-orang dengan motif tersembunyi yang mengambil pandangan sepihak atau terdistorsi mengenai konvensi hukum internasional sehingga menuduh atau menyindir Cina tidak menghormati hukum internasional dan mengatakan Cina menantang konvensi internasional," ujar Kepala Departemen Hukum dan Perjanjian Kementerian Luar Negeri Cina Chang Xuhong dalam sebuah wawancara yang dimuat di situs kementerian.
Chang menyatakan penerbitan makalah pernyataan sikap tersebut tidak terkait dengan tenggat waktu yang diberikan pengadilan.
Pada Oktober, Filipina mengatakan telah menghentikan pekerjaan pembangunan di laut karena kemungkinan dampaknya pada kasus arbitrase. Filipina mengajukan sengketa itu ke pengadilan arbitrase pada Januari 2013.