REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Maskapai penerbangan ‘Qantas’ kembali menduduki peringkat pertama dalam daftar keselamatan udara global. Sementara maskapai ‘Jetstar’ masuk dalam daftar maskapai murah paling aman.
Situs yang berbasis di Australia ‘AirlineRatings.com’ menempatkan ‘Qantas’ di peringkat teratas daftar maskapai teraman yang didasarkan pada berbagai faktor, termasuk audit otoritas penerbangan dan catatan kematian yang disebabkan maskapai.
Menurut editor dan wartawan penerbangan dari AirlineRatings.com, Geoffrey Thomas, Qantas berada di puncak daftar keselamatan penerbangan karena tak menimbulkan satu korban jiwa-pun sejak era jet dimulai. "Qantas telah menjadi maskapai teratas dalam keselamatan penerbangan selama 60 tahun terakhir," katanya dalam laporannya baru-baru ini.
Ketua ‘Strategic Aviation Solutions’ yang juga seorang analis, yakni Neil Hansford, mengatakan, Qantas benar-benar layak berada di peringkat nomor satu. "Sangat sulit bagi maskapai manapun untuk mendekati posisi mereka, Qantas tidak pernah kehilangan satu-pun penumpang yang membayar," ujarnya.
Maskapai lain yang masuk sepuluh besar, dalam urutan abjad, adalah: Air New Zealand, Cathay Pacific Airways, British Airways, Emirates, Etihad Airways, EVA Air, Finnair, Lufthansa dan Singapore Airlines. Sepuluh maskapai murah dalam urutan abjad adalah: Aer Lingus, Alaska Airlines, Icelandair, Jetstar, Jetblue, Kulula.com, Monarch Airlines, Thomas Cook, TUI Fly dan Westjet.
Dari 449 maskapai penerbangan yang disurvei, 149 di antaranya mendapat penghargaan tujuh bintang dalam peringkat keselamatan, termasuk Virgin Australia.
Neil Hansford mengatakan, baik Qantas dan Virgin selalu memiliki budaya keselamatan yang kuat. "Perusahaan-perusahaan itu selalu ingin memenuhi dan melampaui apa yang diwajibkan CASA (Otoritas Keselamatan Penerbangan Sipil), dan kami selalu menjadi contoh terbaik dunia," katanya.
Neil juga menolak anggapan bahwa pemotongan staf pemeliharaan, khususnya PHK besar yang dilakukan Qantas dalam beberapa tahun terakhir, bisa membahayakan keselamatan.
Ia mengatakan, berkurangnya staf maskapai diperlukan karena pesawat modern dirancang untuk membutuhkan perawatan yang tak terlalu banyak, dan sebagian komponen mereka dirancang untuk diganti, bukannya diperbaiki.
"Dalam banyak komponen ini, Anda mengambil satu dan Anda menggantinya dengan yang baru, dan komponen yang diganti dikembalikan ke produsen untuk diolah kembali," tambahnya
‘Keselamatan tentu ada harganya’
Neil mengatakan, kunci dari performa Qantas yang konsisten dalam peringkat keselamatan penerbangan udara terletak pada pilotnya.
"Keselamatan tentu membutuhkan biaya, dan pilot Qantas termasuk yang dibayar paling baik di dunia, mereka termasuk pilot yang paling terampil di dunia," ungkapnya.
Ia lantas mengutip kasus pesawat Qantas dengan nomor penerbangan QF32, yang melibatkan pesawat Airbus A380 yang melakukan pendaratan darurat di Singapura pada tahun 2010 setelah sebuah mesinnya terbakar beberapa menit setelah lepas landas.
Awak pesawat yang berpengalaman, yang dipimpin oleh Kapten Richard de Crespigny, telah dipuji atas pendaratan yang aman.
Neil mengatakan, insiden dan kerusakan yang dihasilkan pesawat telah direplikasi dalam simulator dengan hasil yang fatal.
"Dalam simulasi lainnya yang dilakukan, pesawat dibuat jatuh," sebutnya.
Maskapai yang suka dipakai warga Australia yang tidak memiliki tujuh bintang termasuk Garuda Indonesia dan Scoot, yang tergolong bintang lima, dan Lion Air Indonesia yang hanya dikategorikan bintang tiga.
"Menariknya, tak ada perusahaan Air Asia satupun yang dinilai," kemuka Neil. Situs ‘AirlineRatings’ sendiri mengatakan, rating maskapai ini adalah tertunda atau "pending".
Neil mengatakan, masyarakat harus berpikir dengan hati-hati apakah tiket pesawat murah berarti penerbangan berisiko. "Warga Australia harus bertanya kepada diri mereka sendiri, apakah saya mau membayar [tambahan] 200 dolar dan selamat sampai di sana, atau untuk 200 dolar saya siap menerima sebuah kompromi yang mungkin tak akan mereka terima dalam bentuk apapun," pungkasnya.
Secara keseluruhan, situs AirlineRatings mengatakan bahwa tahun 2014 memiliki jumlah kematian akibat penerbangan yang sangat tinggi, dengan 21 kecelakaan fatal yang menyebabkan hilangnya 986 nyawa, berusia rata-rata di atas 10 tahun.
Meski demikian, website ini menunjukkan bahwa dua pesawat Malaysia Airlines yang jatuh dan hilang sifatnya sangat tidak biasa dan menyumbang banyak jumlah kematian. Sementara itu, ada juga rekor jumlah penumpang yang diangkut – yakni 3,3 miliar penumpang dengan 27 juta penerbangan.