Maskapai penerbangan nasional Australia, Qantas, akan memberhentikan 6.000 karyawannya akibat dampak pandemi virus corona. Sekitar 100 armadanya juga akan dikandangkan hingga 12 bulan mendatang.
CEO Qantas, Alan Joyce menyatakan dampak pandemi COVID-19 dipastikan mempengaruhi sektor penerbangan hingga beberapa tahun ke depan.
Selain memberhentikan 6.000 karyawannya, Qantas juga akan mengistirahatkan 15 ribu karyawan tanpa gaji, terutama yang terkait dengan operasional internasional.
Dalam penjelasannya ke Bursa Efek Australia, Qantas menyatakan sekitar 100 pesawatnya akan berhenti terbang hingga 12 bulan.
"Semua maskapai penerbangan kini berada dalam krisis terbesar yang pernah dihadapi industri ini," kata Alan.
"Pendapatan anjlok, seluruh armada di-grounded. Operator penerbangan terbesar di dunia mengambil langkah-langah ekstrem hanya untuk bertahan hidup," jelasnya.
Alan memastikan penerbangan internasional Qantas sudah tidak mungkin dilanjutkan hingga Juli tahun depan.
Tak ambil gaji, tak ada bonus
Sebagai CEO Qantas, Alan menyatakan tidak akan mengambil gaji serta tidak akan memberikan bonus bagi pada eksekutifnya tahun ini. Ia juga meminta para direktur eksekutif Qantas untuk memotong gajinya sebesar 15 persen.
6.000 karyawan yang diberhentikan meliputi 1.450 orang staf kantor, 1.500 staf operasional darat termasuk petugas bagasi, 1.050 awak kabin, 630 tenaga teknis, serta 220 pilot.
Langkah-langkah ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya sebesar 15 miliar dolar Australia selama tiga tahun, selanjutnya akan menghemat 1 miliar dolar Australia per tahun mulai 2023.
Qantas juga mengumumkan rencana untuk menghimpun dana 1,9 miliar dolar Australia dari kalangan investor.
Pengamat industri penerbangan Tom Youl menilai, Qantas berusaha meminimalkan pengeluaran tunai hingga 40 juta dolar AS per minggu di saat sebagian besar operasinya terhenti.
Tom menjelaskan pendapatan domestik diperkirakan turun 15,3 persen pada 2019-20 dan pergerakan penumpang melalui bandara kota-kota utama diperkirakan turun 27,7 persen pada 2019-20.
"Pendapatan dari penerbangan internasional diperkirakan turun 31,5 persen pada 2020-21, karena perbatasan internasional tetap ditutup sampai vaksin COVID-19 belum tersedia," katanya.
Berharap pada pemerintah
Perdana Menteri Australia Scott Morrison menyatakan hilangnya ribuan pekerjaan di Qantas sangat memilukan.
Sementara Alan menyebutkan Qantas telah berbicara dengan pemerintah mengenai kemungkinan memperpanjang skema bantuan COVID-19 bagi para pekerja, termasuk staf Qantas.
"Kami juga berbicara dengan pemerintah negara bagian mengenai pembukaan perbatasan mereka karena, begitu dibuka, kami dapat membuat lebih banyak orang kembali bekerja," tambahnya.
Ketua Serikat Buruh Transportasi Michael Kaine meminta Qantas dan Pemerintah Federal bertanggung jawab atas hilangnya pekerjaan ribuan orang Australia ini. "CEO Qantas piawai melobi Canberra bila sesuai dengan agendanya, namun dia begitu gampangnya memecat orang," kata Michael.
"Qantas terburu-buru mengambil keputusan untuk memangkas ribuan pegawainya," tambahnya.
PHK di Lembaga Penyiaran Publik
Sementara itu dalam perkembangan lainnya, pemutusan hubungan kerja juga terjadi di Lembaga Penyiaran Publik Australia, ABC.
Dewan Direksi ABC telah mengumumkan sebanyak 250 karyawannya, termasuk jurnalis akan kena PHK akibat pemotongan anggaran tahunan dari pemerintah sebesar 84 juta dolar AS.
Salah satu program berita radio akan dihentikan, serta layanan digital ABC Life akan direstrukturisasi dan diganti namanya menjadi ABC Local.
Direktur Utama ABC, David Anderson mengatakan, perjalanan dinas akan dipangkas, begitu pula belanja untuk produksi TV.
"Kami memperkirakan harus melepas 250 rekan kerja kami melalui proses ini," katanya.
Divisi Berita akan kehilangan sekitar 70 karyan, Divisi Hiburan dan Spesialis 53 karyawan, serta Divisi Regional dan Lokal sebanyak 19 pekerja.
Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di Australia hanya di ABC Indonesia