Selasa 13 Jan 2015 18:23 WIB

Kelompok Militan Mulai Berinvestasi di Teknologi Penyandian

Rep: Gita Amanda/ Red: Agung Sasongko
Kelompok bersenjata ISIS.
Foto: AP
Kelompok bersenjata ISIS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masih ingat akan aksi peretasan akun Gmail mantan Perdana Menteri Inggris Toby Blair? Aksi tersebut dilakukan oleh seorang militan asal Inggris, Abu Hussain Al-Britani yang memiliki nama asli Junaid Hussein.

Al-Britani pernah dipenjara selama enam bulan pada 2012 atas aksinya meretas akun  Gmail pribadi Blair dan keluarganya. Ia juga disebut-sebut sebagai perekrut utama kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) melalui dunia maya. Al-Britani pernah memimpin sekelompok peretas asal Inggris yang terdiri dari para remaja dengan sebutan Tim Poison. Sekarang Al-Britani aktif menyerukan jihadis melek komputer untuk datang ke Suriah dan Irak.

"Anda bisa duduk di rumah dan bermain 'play call of duty' atau Anda bisa datang ke sini dan menanggapi langsung tugas nyata, pilihan di tangan Anda," kata Al-Britani dalam kicauan terbarunya di Twitter.

Fox News melaporkan, kelompok-kelompok teroris seperti ISIS dan Alqaidah telah mencoba meningkatkan kemampuan mereka. Media sosial digunakan untuk menjangkau lingkup yang lebih besar dari para calon anggota potensial. Mereka bahkan menyerukan militan dengan kemampuan spesialis, untuk bergabung dengan mereka. Sasarannya, situs lembaga pemerintahan, bank, perusahaan energi dan sistem transportasi Amerika Serikat.

Direktur eksekutif Institut Penelitian Media kajian Timur Tengah Steve Stalinsky mengatakan, para militan berinvestasi lebih dalam dunia teknologi penyandian. Mereka bahkan menurutnya, mengembangkan sendiri perangkat lunak untuk melindungi komunikasi mereka.

"Ketika lembaga barat dapat memecah sandi mereka, mereka beradaptasi dengan cepat," ujar Stalinsky. "Mereka berpikiran maju dan bereksperimen dengan peretasan. Di masa depan, kegiatan jihad dunia maya akan menjadi kenyataan sehari-hari.

Menurut Stalinsky, di masa depan militan tak lagi digambarkan dengan mengenakan pakaian tradisional mereka dan dikelilingi senjata. "Hari ini Anda akan melihat militan dalam pose sama, tapi dengan laptop, telepon pintar, atau tablet sebagai senjata mereka," ujarnya.

Upaya jihad digital bukan baru kali ini saja merebak. Beberapa bulan sebelum serangan ke kediamannya di Pakistan pada Mei 2011, Osama bin Laden telah menyerukan melalui surat pada para pengikutnya akan pentingnya jihad elektronik.

Dan pada April 2010, Abu Hamza Al-Muhajir, pemimpin Alqaidah Irak yang nantinya menjadi cikal bakal ISIS, telah mendesak militan untuk menunjukkan minatnya pada dunia peretasan. Ia bahkan mendorong anggotanya untuk memiliki bakat ini agar dapat menghancurkan website musuh dan menyusup ke militernya.

"Kami percaya perang elektronik merupakan (salah satu) perang penting dan efektif di masa depan," ungkapnya.

Di masa mendatang akan banyak pertempuran yang terjadi antara prajurit komputer AS di Pentagon dan Badan Keamanan Nasional melawan e-Jihadis. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement