Senin 19 Jan 2015 22:54 WIB

Walau Eksekusi Mati, Hubungan Bilateral Indonesia-Australia Diyakini Tetap Baik

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan, hukuman mati yang dijatuhkan kepada warga negara Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, dalam kasus kepemilikan narkoba, tidak akan mengganggu hubungan bilateral kedua negara.

Setelah grasi Sukumaran ditolak oleh Presiden Jokowi, narapidana kelahiran 1981 ini harus menghadapi eksekusi hukuman mati. Namun eksekusi terhadap dirinya akan diputuskan setelah grasi yang diajukan Andrew Chan memperoleh jawaban.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Arrmanatha Nasir, mengungkapkan, pihaknya telah menerima surat resmi dari Kementerian Luar Negeri Australia, pada pekan lalu. Lewat Menlu Julie Bishop, pemerintah Australia memohon pengampunan bagi dua warga negaranya itu.

Dari kiri ke kanan: Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kemenlu Indonesia, Dian Triansyah Djani; Juru Bicara Kemenlu Indonesia, Arrmanatha Nasir; Direktur Eropa Barat Kemenlu Indoneisa,  Agung Kurniadi. (Foto: Nurina Savitri)

Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, -pun juga telah melayangkan surat kepada Presiden Jokowi.

Walaupun pemerintah Indonesia menolak upaya pengampunan, Kementerian Luar Negeri Indonesia yakin bahwa hubungan bilateral kedua negara tak akan terdampak. “Sudah jelas ya yang disampaikan oleh PM Abbott bahwa hal ini tidak mengganggu hubungan bilateral karena Australia juga mengerti ini dalam koridor hukum nasional Indonesia,” jelas Arrmanatha baru-baru ini.

Dalam konferensi pers di Jakarta, ia mengutarakan bahwa setiap negara yang warganya terancam hukuman apapun di suatu negara, berhak untuk melakukan perlindungan. Namun ia menuturkan, dalam kasus hukuman mati ini, publik dan masyarakat internasional harus melihat konteksnya. “Menjadi kewajiban semua pemerintah di dunia, termasuk Indonesia, untuk melindungi warganya. Kita menghargai langkah-langkah yang diambil negara sahabat untuk melindungi warganya,” kemukanya.

Ia lantas menyambung, “Tapi kita harus lihat konteksnya, ini (hukuman mati) adalah penegakan hukum. Seluruh tahapan hukum telah dilalui. Kita sudah menjalankannya sesuai dengan hukum internasional. Ini bukan dalam konteks diplomatic incidents.”

Tata, begitu Arrmanatha akrab disapa, menuturkan, dalam Perjanjian Internasional yang mengatur Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) pasal 6, hukuman mati layak dijatuhkan jika menyangkut kejahatan keji.

“Penyalahgunaan narkoba adalah kejahatan yang sangat serius. Ada sekitar 40-50 orang meninggal tiap harinya karena narkoba. Yang paling mengkhawatirkan Indonesia, prosentase ketergantungan terbesar terdapat pada anak-anak berusia 8-19 tahun,” urai juru bicara Kemenlu ini.

Atas pemanggilan Duta Besar Belanda dan Brasil kembali ke negaranya, Kemenlu Indonesia mengatakan bahwa kedua negara tetaplah sahabat dekat Indonesia.

"Pemanggilan itu dalam rangka konsultasi," ujar Tata.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement