REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Amnesty International mendesak lima negara anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB tidak menggunakan hak vetonya dalam menanggapi situasi kekejaman massal di dunia. Dalam laporan tahunannya, kelompok hak asasi itu menyebut respon global terhadap kekacauan 2014 sangat memalukan.
''DK PBB gagal secara menyedihkan dalam melindungi warga sipil,'' kata Sekretaris Jenderal Amnesty Salil Shetty dalam pernyataan, dikutip BBC.
Menurutnya, lima negara anggota (Inggris, Cina, Prancis, Rusia dan Amerika Serikat) menggunakan hak veto untuk kepentingan politik dan geopolitik pribadi daripada kepentingan warga sipil.
Dalam laporan yang dirilis Rabu (25/2), Amnesty mengatakan negara kaya bersalah karena tidak menyediakan tempat untuk lebih banyak pengungsi. Amnesty menyebut respon mereka sangat menjijikkan. 2014 adalah tahun bencana bagi para korban konflik dan kekerasan.
"Para pemimpin dunia harus bertindak cepat untuk menghadapi dan mengubah konflik bersenjata,'' kata Shetty.
Shetty berpendapat salah satu bagian dari solusi adalah tidak menggunakan veto dalam kasus pembunuhan massa dan genosida. Jika mereka menggunakan itu, maka Rusia tidak akan menggunakan hak vetonya sehingga tidak menghalangi aksi PBB merespon kekerasan di Suriah.
Dengan begitu Presiden Bashar al Assad bisa dibawa ke Pengadilan Kejahatan Internasional untuk menerima akses lebih baik pada bantuan kemanusiaan. Shetty mengatakan ini akan membantu menjaga hidup warga sipil.
Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris merespon laporan Amnesty. Menurut pernyataan, Inggris dengan sepenuh hati mendukung prinsip DK harus bertindak menghentikan kekejaman massal dan kejahatan melawan kemanusiaan.
''Namun, kami tidak bisa membayangkan situasi dimana kami akan menggunakan hak veto untuk memblokir tindakan semacam itu,'' katanya.
Pemerintah Inggris berpendapat tuduhan yang dikatakan Amnesty sangat berlebihan.