Kamis 19 Mar 2015 01:27 WIB

Vietnam-Australia Jalin Kerja Sama Lawan Cina

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Winda Destiana Putri
Konflik Laut Cina Selatan.
Foto: AP
Konflik Laut Cina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Vietnam sindir Cina yang bergerak agresif dalam hal sengketa teritorial Laut Cina Selatan. Vietnam menyeru semua pihak untuk menahan diri dan tidak memaksakan kekuatan secara sepihak.

Himbauan tersebut disampaikan Perdana Menteri Vietnam Nguyen Tan Dung ketika bertemu PM Australia, Tony Abbott di Canberra. ''Kami setuju untuk menahan diri dari tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut,'' kata Dung di parlemen Australia, Rabu (18/3).

Cina yang baru-baru ini semakin agresif dengan rencana reklamasi pantainya membawa kekhawatiran di seluruh wilayah yang disengketakan. Dung mendesak penyusunan kode etik yang bisa diterapkan di Laut Cina Selatan agar kondisi lebih stabil.

Ia mengecam penggunaan kekuatan untuk secara sepihak mengubah status quo, seperti yang dilakukan Cina. Negara-negara yang terlibat sengketa mengeluhkan reklamasi tanah di pulau dekat Cina yang statusnya masih belum jelas.

Mereka menandatangani kesepakatan terkait beberapa isu termasuk keamanan dan perubahan iklim. Selain itu, Dung mengatakan ia dan Abbott sepakat menguatkan kerjasama keamanan dan pertahanan di area tersebut.

Dikutip The Diplomat, pejabat komunikasi gabungan mengatakan Dung dan Abbott menyaksikan penandatanganan Declaration on Enhancing the Australia-Vietnam Comprehensive Partnership dan sepakat membangun kerjasama strategis di masa depan.

Mereka berkomitmen memperdalam persahabatan. Abbott mengatakan sebanyak 120 personil militer Vietnam akan dilatih di Australia dalam kerjasama terbaru.

Australia juga mengundang Vietnam untuk melakukan latihan gabungan.Kunjungan kenegaraan Dung juga termasuk melawat ke Sydney sebelum bertolak ke Selandia baru. Ini adalah kunjungan keduanya setelah kunjungan pertama pada 2008. Vietnam adalah partner Australia yang paling berkembang cepat di Asia Tenggara.

Sementara November 2014 lalu, Australia dan Cina menandatangani perjanjian perdagangan bebas yang secara signifikan mempererat hubungan bilateral. Cina adalah mitra dagang terbesar Australia.

Pekan lalu, Cina menyatakan kemarahannya pada ketua Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) karena ia menolak klaim Cina terkait garis nine dash. Sekitar 90 persen teritorial Laut Cina Selatan diakui Cina sebagai bagian dari warisan sejarah masa lampau.

Beberapa wilayah tersebut juga diakui oleh Vietnam, Brunai, Filipina, Malaysia dan Taiwan sebagai bagian dari teritorialnya. Pada Selasa (17/3), Departemen Urusan Luar Negeri (DFA) Filipina mengajukan bukti kuat yang menunjukan pelanggaran Cina di daerah sengketa.

Filipina menyerahkannya pada PBB untuk melengkapi data kasus arbitrase. Juru bicara FDA, Charles Jose mengatakan data sebanyak lebih dari 3.000 halaman itu menyebutkan Cina terus melakukan reklamasi di area yang diklaim milik Filipina.

Menurutnya, data tersebut merupakan jawaban atas 26 pertanyaan yang diajukan pengadilan arbitrase PBB pada pemerintah pada 16 Desember lalu. Pengadilan mengatakan mereka butuh argumen dan informasi tambahan.

Jose mengatakan setelah pengajuan laporan ini, PBB akan meminta Cina menanggapi. ''Pengadilan dapat meminta argumen secara lisan dari Cina pada Juli dan bisa diputuskan pada awal 2016,'' kata Jose.

Filipina tahun lalu mengajukan laporan 4.000 halaman untuk menantang klaim Cina pada garis nine dash. Salah satu argumen yang disajikan adalah bahwa pengadilan PBB memiliki yurisdiksi atas klaim Filipina.

Dari 12 jilid yang diserahkan ke pengadilan PBB, Volume 1 terdiri dari 200 halaman argumen tertulis dan volume 2 terdiri dari atlas 200-halaman yang berisi informasi rinci tentang 49 pulau, terumbu karang dan fitur lainnya di Laut Cina Selatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement