REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Para pemimpin Eropa menghadapi kemarahan masyarakat pascakematian ratusan migran yang tenggelam di laut Mediterania. Sedikitnya 700 orang diperkirakan tewas dalam insiden perahu terbalik ketika mencoba mencapai pantai Italia.
''Uni Eropa memiliki sarana untuk menyelamatkan para pengungsi dari Suriah dan Libya, tapi mereka membiarkannya tenggelam,'' kata Pakar Hukum Jerman, Heribert Prantl dikutip media Sueddeutsche Zeitung.
Masyarakat meminta pihak berwenang memperbaharui kebijakan terkait para pengungsi yang datang ke Eropa. Para menteri luar negeri Uni Eropa mengadakan pertemuan pada Senin (20/4) di Luxemburg untuk membahas masalah tersebut.
Pihak berwenang Prancis, Spanyol, Jerman dan Inggris telah menyeru untuk membuat respon bersama. ''Eropa bisa dan harus melakukan lebih banyak,'' kata presiden Parlemen Eropa, Martin Schulz.
Ia mengaku malu untuk mengakui kegagalan banyak negara yang melarikan diri dari tanggung jawab. ''Betapa kecil dana yang kita sediakan untuk misi penyelamatan,'' katanya.
Presiden Prancis, Francois Hollande mengatakan Eropa harus menyediakan lebih banyak kapal dan pesawat pengawas untuk melakukan misi membantu migran. Sementara, Sekjen PBB Ban Ki-moon mengatakan tragedi ini harus jadi pengingat betapa kritisnya upaya penyelamatan migran di Mediteriania.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini mengatakan Uni Eropa memiliki kewajiban moral untuk mengatasi krisis migran di Mediterania. ''Kejadian di lepas pantai Libya tidak dapat dibiarkan,'' katanya pada Senin saat tiba di Luxembourg.
Sementara 98 migran, terutama perempuan dan anak-anak, dibawa ke Sisilia setelah diselamatkan dari laut. Salah satu korban selamat yang berasal dari Bangladesh mengatakan pada jaksa Italia bahwa perahu nelayan tersebut membawa sekitar 950 orang.
Pria 32 tahun itu mengatakan sekitar 300 orang dikunci oleh penyelundup di dalam kapal. Ada sekitar 200 wanita dan puluhan anak-anak secara keseluruhan. ''Mereka tewas seperti tikus di dalam kandang,'' kata dia.
Sekitar delapan kapal telah dikerahkan untuk mencari korban selamat. ''Jika benar banyak orang terperangkap, maka kapal akan berat dan tenggelam,'' kata polisi perbatasan Italia, Jenderal Antonino Iraso. Sehingga penemuan jenazah pun akan sulit. Hingga saat ini, baru sekitar 28 mayat yang ditemukan.