REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sebuah kajian terbaru menunjukkan permukaan air di dunia meningkat lebih cepat selama dua dekade terakhir dibandingkan data keseluruhan sepanjang abad ke-20.
Laporan yang dipublikasikan di Jurnal Nature Climate Change, mengoreksi anomali yang selama ini membingungkan komunitas ilmiah selama bertahun-tahun. Data satelit yang bersumber pada tahun 1993 menunjukkan permukaan air laut mengalami percepatan pada 1990-an dan kemudian melambat selama dekade berikutnya.
Selama lima tahun terakhir, para peneliti dari Universitas Tasmania telah menggunakan alat pengukur air pasang laut untuk memeriksa data satelit.
Peneliti utama Christopher Watson mengatakan sekarang mereka meyakini tahu jawaban dari kebingungan kalangan ilmiah tersebut. "Ketika terjadi gelombang air pasang kita bisa membandingkan dengan catatan satelit altimeter," katanya baru-baru ini.
"Sekarang, setelah kami membuat koreksi mengenai berapa besar gerakan tanah yang terjadi ketika gelombang pasang terjadi, atau berapa banyak tanah bergerak naik dan turun, kami bisa mendapatkan gambaran yang lebih baik mengenai ketidakakuratan yang sangat kecil dalam catatan altimeter. "
Dia mengatakan studi menyarankan satelit sedikit berlebihan mencatat laju kenaikan permukaan air laut dalam enam tahun pertama dan kemudian mendistorsi gambaran jangka panjang.
Dr Watson mengatakan data revisi ini menunjukkan laju kenaikan permukaan air laut sebenarnya justru meningkat selama 20 tahun terakhir.
"Yang kami dapati dalam kajian ini adalah permukaan air laut meningkat melampaui catatan pada satelit altimeter selama 20 tahun terakhir,’ tegasnya.
Peneliti CSIRO, John Church, yang mendampingi penulisan laporan ini mengatakan permukaana air laut diprediksi meningkat 98 centimeter dalam kurun waktu 85 tahun.
Dia mengatakan hal ini akan memengaruhi lebih dari 150 juta masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir yang rendah letaknya.
"Jika kita memiliki sistem mitigasi utama, maka kita dapat membatasi kenaikan permukaan air laut di suatu tempat antara 30 dan 60 cm selama abad ke-21," katanya.
Selain itu menurutnya upaya pengurangan emisi karbon sudah sangat mendesak dan signifikan serta dialihkannya ketergantungan besar dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.
Disclaimer:
Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement