Jumat 15 May 2015 14:38 WIB

Amerika Serikat Kirim Pesawat Pembom B-1 ke Australia

Red:
 Angkatan Udara Amerika Serikat mengirim pesawat pembom B1 ke Australia.
Foto: abc news
Angkatan Udara Amerika Serikat mengirim pesawat pembom B1 ke Australia.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Amerika Serikat menambah kekuatan militernya di Asia untuk membatasi "pengaruh destabilisasi" China. Caranya, dengan menempatkan pesawat-pesawat pembom jenis B-1 di pangkalan militer mereka di Darwin, Australia.

Langkah strategis ini, menurut pejabat Departemen Pertahanan AS, merupakan bagian rencana Pemerintahan Obama guna memastikan "kebebasan pelayaran" di Laut China Selatan.

Pemerintah China langsung bereaksi keras dengan menyebutkan "akan menegakkan kedaulatan teritorialnya".

Asisten Menteri Pertahanan AS David Shear dalam rapat di Kongres menyebutkan, AS akan menambah aset militernya di Australia. "Kita akan menambah kekuatan termasuk mengirim pesawat pembom B-1 dan pesawat pengintai," ujarnya baru-baru ini. 

Kantor Menteri Pertahanan Australia Kevin Andrews dalam pernyataannya membenarkan telah dihubungi pihak AS mengenai rencana ini.

Pihak AS menjelaskan pesawat-pesawat pembom B-1 merupakan tulang punggung kekuatan pesawat pembom jarak jauh yang dimiliki negara itu.

Pesawat jenis ini memiliki kapasitas mengangkut 84 buah bom ukuran masing-masing 500 pound dengan tujuan dimana pun dan kapan pun di seluruh dunia.

Saat ini pesawat B-1 dipergunakan dalam misi pengeboman sasaran-sasaran ISIS di Irak dan Suriah.

Shear menjelaskan pengiriman kekuatan militer ini dibarengi dengan penempatan marinir AS di Darwin setelah mereka meninggalkan pangkalannya di Jepang.

Rapat di Kongres AS ini diadakan menanggapi langkah China menduduki dan membangun pulau karang di Laut China Selatan termasuk membangun landasan pacu pesawat terbang.

Langkah AS mengirim pesawat-pesawat B-1 ke Australia ini memicu reaksi keras dari China.

"Kami meminta AS memberi penjelasan mengenai hal ini. China selama selalu mendukung kebebasan pelayaran di Laut China Selatan," kata seorang juru bicara Deplu China.

"Namun kebebasan pelayaran bukan berarti kapal perang dan pesawat militer bisa memsuki wilayah udara dan perairan negara lain semau-maunya," tambahnya.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement