Rabu 27 May 2015 21:32 WIB

Biksu Myanmar Protes tak Terima Disalahkan Internasional atas Rohingya

Rep: c38/ Red: Ani Nursalikah
Ratusan Biksu Budha Myanmar menggelar demontrasi menolak keberadaan Muslim Rohingya.
Foto: Sakchai Lalit/AP
Ratusan Biksu Budha Myanmar menggelar demontrasi menolak keberadaan Muslim Rohingya.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Ratusan demonstran, termasuk para biksu Budha, melakukan unjuk rasa di Yangon, Rabu (27/5). Mereka memprotes intimidasi masyarakat internasional terhadap sikap Myanmar pada etnis minoritas Rohingya.

Seorang juru bicara menegaskan krisis kemanusiaan itu bukan disebabkan oleh Myanmar.

“Orang-orang itu tidak berasal dari Myanmar,” kata Sandy Thin Mar Oo kepada para demonstran yang berkumpul sebelum berbaris di jalan-jalan, seperti dilansir dari Al Jazeera, Rabu (27/5).

Dalam pidato yang berapi-api, dia menyerukan PBB dan masyarakat internasional berhenti menyalahkan Myanmar sebagai satu-satunya pelaku tragedi kemanusiaan yang sedang berlangsung.

“Jangan salahkan Myanmar saja,” serunya, yang disambut dengan teriakan serupa oleh para demostran. “Jangan menggertak Myanmar.”

Aksi antiRohingya itu melibatkan sekitar 400 orang, termasuk 40 biksu. Para pengunjuk rasa mengenakan kaos bertuliskan, “Manusia perahu bukan dari Myanmar” dan “Jangan salahkan Myanmar atas masalah manusia perahu.”

Seorang biarawan yang ikut serta dalam aksi itu, U Win Hlan Tha mengatakan ia ingin menunjukkan dukungannya dari orang Myanmar sejati.

“Etnis Rohingya bukan bagian dari kami. Media internasional telah salah besar. Apa yang harus mereka pahami ialah kita tidak melakukan apa-apa pada mereka karena mereka tidak pernah menjadi bagian dari kami,” ujarnya.

Sebagian besar masyarakat yang menonton aksi itu menolak berkomentar. Tapi, sebagian ada yang mendukung aksi kelompok ini. “Kami belum pernah mendengar kata Rohingya sebelum kerusuhan di Sittwe pada 2012,” kata salah satu warga.

Ribuan Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar dalam beberapa bulan terakhir akibat penganiayaan dan tidak adanya pengakuan kewarganegaraan dari pemerintah. Mereka terdampar di Malaysia, Indonesia dan Thailand, sementara yang lain masih berada di laut lepas.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement