REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Amnesty Internasional melaporkan bahwa militer Nigeria termasuk sembilan komandan seniornya, harus diselidiki terkait kejahatan perang.
Mereka dilaporkan berperan dalam penembakan, kelaparan, hingga penyiksaan ribuan orang hingga tewas selama perang melawan Boko Haram.
Seperti dilansir Aljazirah Kamis (4/6), menurut laporan Amnesty lebih dari 7.000 anak laki-laki dan pemuda telah meninggal di tahanan militer sejak 2011. Laporan berjudul "Bintang di Bahu. Darah di Tangan Mereka" itu juga melaporkan, ada sekitar 1.200 orang yang ditangkap dan dieksekusi secara ekstra yudisial sejak Februari 2012.
Amnesty juga menyatakan ada setidaknya 20 ribu lelaki muda, beberapa berusia sembilan tahun, telah ditangkap sejak 2009. Saat itu Boko Haram memulai kampanye bersenjata mereka untuk membentuk sebuah negara berdasarkan hukum Islam. Menurut laporan kebanyakan kasus merupakan penangkapan ilegal.
Para tahanan ditempatkan di dalam sel sempit. Mereka menurut Amnesty hanya diberi sedikit makanan atau air. Umumnya para tahanan ditangkap tanpa penyelidikan atau proses pengadilan.
"Bukti memuakkan ini memperlihatkan bagaimana ribuan pria dan anak laki-laki telah ditangkap dengan sewenang-wenang dan snegaja dibunuh atau dibiarkan mati dalam tahanan dengan kondisi paling mengerikan," kata Sekretaris Jenderal Amnesty Internasional Salil Shetty.
Amnesty mendesak Nigeria untuk menyelidiki sembilan perwira seniornya terkait kasus pelanggaran hak asasi manusia ini. Perwira militer tersebut antara lain Kepala Staf Militer Jenderal Ken Minimah, Kepala Staf Pertahanan Marsekal Badeh dan kedua pendahulu mereka.
"Tindakan ini dilakukan dalam konteks konflik bersenjata non-internasional, ini merupakan kejahatan perang," kata Amnesty.
Menanggapi laporan tersebut, Mayor Jenderal Chris Olukolade mengatakan Amnesty Internasional berusaha "memeras" militer Nigeria. Menurutnya tak ada bukti dari semua tuduhan tersebut. Olukolade menolak laporan dan menyatakan hal itu hanya berupa karangan dan bias.
"Militer Nigeria tak mendorong atau membiarkan pelanggaran HAM, tak akan ada kasus yang terbukti dibiarkan tanpa hukuman," katanya.
Beberapa dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilontarkan terhadap militer, mendorong pemerintah Barat memangkas penjualan senjata ke negara tersebut.
Sementara itu, dalam pidato pelantikkannya Jumat (29/5) lalu, Presiden baru Nigeria Muhammadu Buhari berjanji untuk merombak aturan keterlibatan aparat. Ini dilakukan untuk menghindari kasus-kasus pelanggaran HAM.
"Kami akan meningkatkan mekanisme operasional dan hukum, sehingga langkah pendisiplinan bisa diambil terkait pelanggaran hak asasi manusia oleh militer," kata Buhari.
Juru bicara Kepresidenan Garba Shehu mengatakan, pemerintah Buhari akan mempelajari laporan tersebut. Ia mengatakan, setelah dipelajari baru akan ditentukan tindakan yang tepat.
Direktur Penelitian senior Amnesty Anna Niestat mengatakan pada Aljazirah, mereka tak sekadar menyerukan penyelidikan setiap individu. Namun mereka berharap adanya upaya perlindungan untuk mengarasi masalah ini.
"Upaya perlindungan perlu dilakukan untuk memerangi siklus impunitas dan pelanggaran tak berujung ini," ujar Niestat.
Laporan berisi 133 halaman tersebut dibuat Amnesty berdasarkan sekitar 400 wawancara dengan berbagai sumber termasuk korban, saksi mata dan anggota militer. Mereka juga mengutip dari bocoran laporan militer berupa video dan foto.