REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sejumlah veteran Amerika Serikat di bidang intelijen khawatir Cina akan menggunakan data rahasia pejabat AS untuk memeras dan mempengaruhi kebijakan AS. Skenario yang lebih buruk adalah terungkapnya operasi rahasia di luar negeri secara besar-besaran.
"Potensi kerugian dalam kasus ini sangatlah besar karena data yang tercuri memang merupakan target intelijen asing. Yang seharusnya malu bukan merupakan Cina, tapi kami," kata pensiunan Jenderal Michael Hayden yang juga merupakan mantan direktur badan mata-mata CIA, Senin (15/6).
Data-data dalam formulir Standard Form 86 (SF 86) memang sangat pribadi, termasuk di antaranya adalah penggunaan obat-obatan ilegal, konseling kesehatan mental, tempat yang pernah ditinggali, hubungan dengan warga asing, perjalanan ke luar negeri dan data privat tentang keluarga.
Untuk meningkatkan akses keamanan saat bekerja di badan pemerintah, pegawai pemerintah harus mengisi formulir SF 86.
Para peretas kini telah memiliki data soal persoalan keuangan, perselingkuhan, diagnosa penyakit psikis, penggunaan obat terlarang dan persoalan kesehatan.
"Ini sangat menakurkan karena seseorang dapat mengetahui sedemikian banyak mengenai kami," kata seorang mantan diplomat Amerika Serikat yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Sebelumnya, terungkap fakta pencurian data pribadi pejabat Amerika Serikat oleh peretas telah membuat rahasia tersebut berpotensi tersebar.