Kamis 18 Jun 2015 21:26 WIB

Penembakan di Gereja South Carolina Dilandasi Kebencian

Rep: Gita Amanda/Lida Puspaningtyas/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Polisi berkumpul di luar lokasi penembakan, gereja Emanuel A.M.E di Charleston, Carolina Selatan, Rabu (17/6).
Foto: EPA
Polisi berkumpul di luar lokasi penembakan, gereja Emanuel A.M.E di Charleston, Carolina Selatan, Rabu (17/6).

REPUBLIKA.CO.ID, SOUTH CAROLINA -- Seorang pria kulit putih melakukan penembakan di sebuah gereja yang biasa dihadari warga kulit hitam di pusat kota Charleston pada Rabu (17/6) malam. Sembilan orang tewas akibat insiden yang digambarkan pihak berwenang sebagai kejahatan rasial.

Kepala Polisi Greg Mullen mengatakan, penembakan terjadi di Gereja Emanuel AME, sekitar pukul sembilan malam. Ia mengatakan delapan korban ditemukan tewas di gereja dan orang kesembilan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Satu orang lain terluka dan menerima perawatan.

Tapi Mullen tak menyebut berapa banyak orang yang berada di gereja saat penembakan. Ia juga tak mengkonfirmasi apakah pendeta ikut menjadi korban.

Mullen hanya menggambarkan tersangka merupakan pria kulit putih berusia sekitar 20 tahunan. Tersangka mengenakan kaos, celana jins, dan sepatu bot. Ia meyakini ini merupakan kejahatan rasial, tapi tak akan rumit.

"Sungguh mengecewakan seseorang di masyarakat sekarang berjalan ke gereja saat mereka berdoa dan mengakhiri hidup mereka," ungkapnya.

Walikota Charleston Joseph P. RIley menduga insiden ini bermotifkan kebencian. Menurutnya hanya itu satu-satunya alasan seseorang bisa berjalan ke gereja dan menembak orang yang sedang berdoa.

"Ini adalah salah satu tindakan paling pengecut yang bisa dibayangkan dan kami akan menyeret orang tersebut ke pengadilan. Ini salah satu orang yang penuh kebencian," katanya.

Juru bicara kantor Sheriff Charleston Eric Watson mengatakan, pasca penembakan polisi mendapat laporan adanya ancaman bom di gerja. Polisi yang menjaga lokasi meminta, awak media dan warga menjauhi tempat kejadian.

Sementara sekelompok pendeta menggelar doa bersama di seberang jalan. "Kami berdoa untuk keluarga, mereka masih punya jalan panjang ke depannya," kata seorang aktivis hak sipil setempat Pendeta James Johnson, saat menggelar doa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement