Ahad 21 Jun 2015 01:30 WIB

Awalnya Dylan Berencana Menembaki Sekolah di South Carolina

Tersangka penembakan gereja di Charleston, Carolina Selatan, Dylan Roof (21 tahun).
Foto: foxcarolina (Charleston County Sheriff's Office)
Tersangka penembakan gereja di Charleston, Carolina Selatan, Dylan Roof (21 tahun).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Teman pria kulit putih bersenjata, yang menembaki dan menewaskan sembilan orang kulit hitam di gereja Afro-Amerika bersejarah di Charleston, Carolina Selatan, mengatakan yang bersangkutan semula membahas penyerangan kampus, kata The Washington Post dan NBC News, Jumat.

The Washington Post melaporkan bahwa Christon Scriven, 22, tetangga kulit hitam Dylann Roof, sang penembak, mengatakan bahwa dalam acara minum-minum baru-baru ini, Roof mengatakan ingin menembaki sekolah. Pada kesempatan lain, Roof berkata ingin menembaki College of Charleston, kata surat kabar itu.

"Reaksi saya saat itu, 'Kamu hanya berbicara hal gila'. Saya tidak berpikir itu selalu dipikirkannya," kata Scriven kepada The Washington Post.

Scriven juga mengatakan kepada NBC News bahwa Roof mungkin telah mengubah rencananya setelah memutuskan bahwa perguruan tinggi sulit untuk diakses. "Dia hanya mengatakan pada hari Rabu, semuanya akan terjadi. Dia mengatakan mereka memiliki waktu tujuh hari," kata Scriven kepada NBC News.

"Saya hanya berpikir selintas bahwa dia sepertinya melakukannya, dia benar-benar pergi dan melakukan apa yang ia katakan akan ia lakukan."

Reuters tidak bisa memverifikasi laporan tersebut karena Scriven tidak bisa segera dihubungi untuk memberikan komentar. Roof, 21, yang menurut pihak berwenang menghabiskan waktu satu jam di pusat kajian Alkitab dengan umat paroki di Gereja Episkopal Methodist Emanuel Afrika yang berusia hampir 200 tahun itu sebelum melepaskan tembakan pada Rabu malam, tampak di rekaman video sebelum seorang hakim, Jumat, memerintahkan dia ditahan tanpa jaminan.

Dia didakwa dengan sembilan pembunuhan dan pelanggaran penggunaan senjata. Serangan di Gereja itu terjadi setelah gelombang protes di seluruh Amerika Serikat dalam beberapa bulan terakhir terkait pembunuhan polisi kepada laki-laki kulit hitam tanpa senjata.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement