REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Anna Strempel menyebut pengalamannya ke Indonesia mengubah hidupnya. Peserta program praktikum bidang jurnalistik bersama ACICIS ini, berbagi cerita bagaimana dirinya belajar bahasa Indonesia di Indonesia, yang ternyata bukan sekadar belajar bahasa.
Seperti kebanyakan warga Australia. saya pertama kali mengenal bahasa Indonesia saat berada di sekolah menengah atas.
Saat itu, saya menikmati kata-kata baru seperti pisang, dan beberapa kata yang membuat bikin binggung, seperti kepala dan kelapa. Boleh dikatakan bahwa saat saya berusia 13 tahun tidak paham seberapa signifikannya apa yang saya sedang pelajari itu.
Anna Strempel. Koleksi Pribadi.
Tapi, kepulauan Indonesia nampak sangat jauh dari kota kecil dimana saya tinggal. Tahun berikutnya saya memutuskan untuk mengambil kelas bahasa Jerman.
13 tahun kemudian, ia mengunjungi Australia, dan lagi-lagi sama seperti warga Australia pada umumnya.
Sebenarnya saya ingin menjelajahi kawasan Asia lainnya, tetapi Indonesia baru jadi tujuan setelah seorang teman mengatakan kalau saya harus ke Indonesia.
Saat saya berada di pulau Bali, saya sangat terkejut karena ada perasaan yang menyambung. Bahasa yang diucapkan di sekitar menggairahkan ingatan, dan tiba-tiba saja saya ingin tahu lebih banyak soal tempat ini.
Saat kembali ke Melbourne, saya mengambil kelas Bahasa bersama Australian Indonesian Association of Victoria. Saya tidak tahu apa-apa soal ini, tapi, ini menjadi langkah awal dari perjalanan yang mengubah saya.
Saat belajar, saya menargetkan untuk mempelajari tiga kata baru setiapp harinya. Saya cukup terkejut karena pembendaharaan saya meningkat cepat. Kemudian saya kembali mengambil keputusan, kembali ke Indonesia sebelm akhir tahun, saat itu.
Dan kali ini, saya ingin lebih dari sekedar berlibur. Saya ingin mengenal lebih jauhj soal Indonesia,
Kemudian, saya melamar menjadi relawan bersama Australian Youth Ambassadors for Development program (sekarang dikenal dengan nama Australian Volunteers for International Development). Saya mendapat tugas di poivinsi Aceh.
Saat berada di Aceh, saya merasa sebagai salah satu momen terbaik dalam hidup saya. Saya bekerja bersama proyek yang mendukung para wanita pedesaan untuk menjalankan koperasi pertanian.
Sebagai satu-satunya orang asing di kantor, tapi saya justru mendapat banyak kesempatan untuk berlatih melancarkan bahasa Indonesia, saya menjali pertemanan. Saya juga belajar banyak hal soal kultur dan kehidupan sosial.
Saya pun banyak mendapatkan kehangatan dan kebaikan dari orang sekitar.
Saya juga mencoba hal lainnya, seperti berselancar, menyusuri lintasan hutan dengan sepeda, naik sepeda motor gunung menuruni perbuktikan. Tak ketinggalan juga menyelam ditemani kura-kura dan ikan-ikan khas kawasan tropis. Aceh adalah tempat yang sangat indah!
Sering dikatakan bahwa cara yang terbaik untuk belajar bahasa adalah dengan 'membenamkan diri', dan saat beradadi Aceh, ternyata hal tersebut terbukti.
Saya juga sempat belajar bahasa Indonesia selama beberapa pekan di sebuah sekoalah di kawasan Yogyakarta.
Yogyakarta bisa dikatakan sebagai salah satu pusatnya untuk berlajar bahasa Indonesia, karenanya banyak yang menawakan kursus bahasa Inggris untuk pelajar dari segala kemampuan.
Baru di tahun 2012, saat saya melanjutkan pendidikan Master di bidang 'Journalism and International Relations' di Monash University
Kemudian saya merasa senang sekali seelah menerima tawaran untuk magang bersama dengan program Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies (ACICIS).
ACICIS menawarkan program studi di Indonesia, mulai dari semester panjang hingga magang selama dua bulan di bidang jurnalistik, bisnis, dan sektor pembangunan.
Bersama dengan sekitar 20 orang pelajar lainnya yang juga mengikuti program ACICIS, saya menghabiskan dua minggu pertama dengan program intensif bahasa.
Sementara itu, enam mimggu kedua saya lakukan dengan magang di kantor ABC di Jakarta. Disana saya membantu koresponden ABC di Indonesia, dengan memproduksi cerita untuk radio dan televisi.
Pengalaman ini benar-benar telah meningkatkan portfolio dan pengalaman saya di bidang jurnalistik, dan memberikan pandangan tersendiri soal koresponden asing.
Saya juga sudah beberapa kali ke Indonesia untuk belajar bahasa dan melakukan riset untuk pembuatan dokumenter radio.
Saya merasa sangat beruntung karena memiliki banyak kesempatan untuk mengenal Indonesia lebih jauh. Pengalaman saya tinggal, belajar, berkelana, dan bekerja disana telah memperkaya kehidupan personal dan profesional saya setiap harinya.
Program seperti ACICIS dan AVID telah banyak membantu warga Australia untuk lebih mengenal dalam negara tetangganya, bukan sekedar apa yang terlihat dalam dunia politik dan pemberitaan di surat kabar.
Program-program ini menjadi platform dimana hubungan antar warga dan individu bisa terus terjalin. Terlebih di tengah tekanan diplomatik yang terjadi, hubungan antar warga menjadi lebih penting dari segalanya.
Bagi rekan-rekan yang mengambil program magang jurnalistik bersama ACICIC, mungkin menjadi kunjungan pertama ke Indonesia, dan saya tahu ada beberapa yang kembali lagi kesana. Ini menjadi bukti apa yang terjadi dengan Indonesia. Sekalinya kita terhubung, maka akan selalu menjadi bagian hidup.
Ada banyak cara untuk belajar bahasa Indonesia, dari program gratis yang tersedia secara online atau kelompok percakapan, hingga kelas formil dan program pertukaran pelajar.
Jika Anda berpikir untuk melakukan langkah ini, saya hanya katakan, 'Ayo, let's go!'
*Anna Strempel adalah Duta Australia Muda Untuk Pembangunan di Aceh, magang bersama Australian Broadcasting Corporation (ABC) lewat program ACICIS Journalism Professional Practicum. Pernah juga meraih Beasiswa Hamer Scholar untuk belajar bahasa Indonesia di Yogyakarta. Kini ia bekerja di bidang kepemudaan lintas budaya dan multikultur, selain juga memproduksi sejumlah dokumenter radio.