Kamis 16 Jul 2015 20:19 WIB

Dokumen Rahasia AS Ungkap Pembunuhan Jenderal Suriah oleh Israel

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Ilham
Bendera Israel dikibarkan.
Foto: Reuters
Bendera Israel dikibarkan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dokumen rahasia intelijen AS mengungkap Israel bertanggungjawab atas pembunuhan ajudan keamanan Presiden Suriah Basar al-Assad pada 2008, silam. Brigadir Jenderal Mohammed Sleiman ditembak tepat di kepala serta lehernya pada 1 Agustus 2008 oleh tim komando Israel.

Menurut website The Intercept mengutip dokumen rahasia, penembakan dilakukan saat Sleiman tengah menikmati pesta makan malam di rumah mewahnya di pesisir Suriah. Tim militer Israel diketahui melarikan diri melalui laut.

"Dokumen internal Agen Keamanan Nasional yang dibocorkan oleh mantan kontraktor NSA Edward Snowden merupakan konfirmasi resmi yang pertama terkait pembunuhan terhadap Sleiman yang dilakukan dalam operasi militer Israel," kata website tersebut, seperti dilansir dari AFP.

Pengungkapan inipun mengakhiri spekulasi penyebab pembunuhan Sleiman yang menyebut terjadi permasalahan internal di dalam pemerintahan Suriah.

Sementara itu, berdasarkan sumber Wikipedia versi internal NSA, Intellipedia, menyebutkan pembunuhan tersebut terjadi di dekat pelabuhan di kota Tartus yang dikenal sebagai target Israel terhadap pejabat resmi pemerintah.

Website tersebut juga menyebutkan terdapat tiga mantan intelijen AS yang mengatakan klasifikasi dokumen mengindikasikan NSA telah mempelajari insiden pembunuhan tersebut dengan cara memata-matai.

Pada 2010, kabel diplomatik AS yang dibocorkan oleh WikiLeaks serta diterbitkan surat kabat Guardian, menyebut Suriah telah mencurigai Israel sebagai pelaku pembunuhan itu. Pembunuhan Sleiman pun awalnya dirahasiakan oleh otoritas Suriah, sedangkan Israel sendiri menolak terlibat dalam pembunuhan tersebut.

Pembunuhan Sleiman terjadi 11 bulan setelah serangan udara Israel menghantam wilayah Suriah dan menghancurkan fasilitas yang diduga merupakan salah satu proyek khusus Sleiman.

sumber : AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement