Sabtu 15 Aug 2015 01:04 WIB

Menlu AS akan Naikkan Bendera AS di Kuba

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Joko Sadewo
John Kerry, Menlu AS
Foto: Telegraph
John Kerry, Menlu AS

REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry mengunjungi Havana, Kuba, Jumat (14/8). Tujuannya untuk menaikkan bendera AS di atas Kedutaan Besar AS yang baru dibuka kembali.

AS memutuskan hubungan diplomatik dengan Kuba pada sejak 3 Januari 1961 pada saat perang dingin. Mendampingi Kerry pada perjalanan ini, akan ada tiga mantan marinir berumur 70-an yang menurunkan bendera untuk terakhir kalinya 54 tahun yang lalu. "Aku akan cinta melihat bendera AS yang kembali naik," kata veteran marinir 78 tahun Jim Tracy dalam sebuah video yang diunggah di situs Departemen Luar Negeri.

Upacara pengibaran bendera kali ini membuka jalan bagi kedua negara untuk membuka kembali kedutaan mereka pada 20 Juli. Selain pengibaran bendera bendera, Kerry akan bertemu dengan para pejabat Kuba, kepala Gereja Katolik di Kuba dan pemberontak yang menentang rezim komunis.

Pemerintah  Kuba Raul Castro akan memanfaatkan kunjungan Kerry untuk mendorong pencabutan embargo terhadap negaranya sejak tahun 1962. Presiden AS Barack Obama telah menyerukan diakhirinya embargo, tetapi menghadapi perjuangan yang berat karena kedua majelis Kongres  AS dikendalikan oleh lawan dari partai Republik. Banyak dari mereka yang sangat memusuhi komunis Kuba.

"Normalisasi adalah suatu proses. Kami sudah sangat jelas tentang itu," tegas wakil juru bicara Departemen Luar Negeri AS Mark Toner.

Kedua belah pihak telah membuat kemajuan pada sejumlah isu memecah belah lainnya, terutama penghapusan Kuba dari daftar Amerika Serikat 'dari "negara sponsor terorisme." Tetapi ketegangan antara pangkalan angkatan laut di Teluk Guantanamo dan pengobatan Kuba belum terselesaikan.  

Kerry mengaku akan meyakinkan mereka bahwa AS masih mendukung perjuangan mereka untuk demokrasi dan hak asasi manusia dan berusaha untuk tidak menginjak pemerintah Kuba. Tetapi Kerry akan berbicara dengan beberapa pemberontak di kediaman masing-masing kepala negara di kemudian hari, kata para pejabat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement