Ahad 30 Aug 2015 23:19 WIB

Wartawan Aljazirah Jadi Korban Pertama UU Anti-Teror Mesir

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ilham
Presiden Mesir Abdel Fattah Al Sisi.
Foto: Reuters
Presiden Mesir Abdel Fattah Al Sisi.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Dua wartawan Aljazirah menjadi korban pertama Undang-undang anti teror Mesir pada Sabtu (30/8). Baher Mohamed dan Mohamed Fahmy dihukum tiga tahun penjara setelah dinyatakan bersalah atas tuduhan menyebarkan berita bohong dan membantu organisasi teroris.

Jurnalis asal Australia, Peter Greste juga dihukum tiga tahun penjara, dalam absentia. Baher Mohamed akan menjalani tambahan penjara enam bulan karena dakwaan kepemilikan senjata.

Para jurnalis Aljazirah menyangkal semua tuduhan yang ditujukan. Kantor berita Aljazirah mengatakan, dakwaan pengadilan Kairo terhadap mereka secara langsung menyerang kebebasan media.

Sumber keamanan mengatakan kepada kantor berita Mesir, MENA, bahwa Mohamed dan Fahmy tiba di penjara Tora Kairo beberapa jam setelah dijatuhi hukuman. Sementara Greste telah dideportasi ke negara asalnya pada Februari. Hukum baru mengizinkan tahanan asing dideportasi.

Selain ketiga jurnalis, pengadilan juga menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara pada tiga orang lainnya. Mereka yaitu seorang mahasiswa Chadi Abdel Hamid, Sohaid Saad, dan Khaled Mohamed.

Para jurnalis telah dinyatakan bersalah pada Juni 2014 karena membantu Ikhwanul Muslimin. Pada bulan Januari, pengadilan banding memerintahkan pengadilan ulang karena putusan awal tidak memiliki bukti cukup untuk melawan ketiga wartawan.

Pada Sabtu, Hakim Hassan Farid yang menjatuhkan hukuman mengatakan para jurnalis tidak tercatat dalam 'sindikat' jurnalis di Mesir. Farid juga menggarisbawahi para jurnalis membawa peralatan tanpa persetujuan pihak keamanan, menyebar berita bohong di Aljazirah dan menggunakan sebuah hotel sebagai tempat broadcasting tanpa izin.

Baher dan Fahmy berada dalam jaminan setelah menghabiskan 410 hari dalam tahanan. Greste dipenjara selama 400 hari. Pengadilan Kairo mengatakan, waktu tersebut akan dihitung sebagai masa tahanan tiga tahun.

Putusan Sabtu kemarin memicu kemarahan internasional. Juru bicara komisiuner tinggi untuk hak asasi manusia PBB, Prince Zeid bin Raad mengatakan pihaknya sangat terganggu oleh putusan tersebut. "Kami sangat terganggu dengan tekanan ekstra pada jurnalis di Mesir yang hanya mencoba mengerjakan tugas mereka," kata dia, dikutip Aljazirah.

Uni Eropa mengatakan putusan tersebut menunjukan kemunduran kebebasan berekspresi di Mesir. Mostefa Souag, Direktur Umum Aljazirah Media Network juga mengecam putusan. "Putusan hari ini diluar logika dan akal sehat. Kolega kami sekarang harus kembali ke penjara dan Peter Greste dihukum dalam absentia," kata dia.

Menurutnya, kasus tersebut sangat politis dan tidak dijalankan dalam aturan yang jujur dan adil. Ia bersikeras tidak ada bukti yang menunjukan bahwa para jurnalis mengarang berita atau membantu Ikhwanul Muslimin. "Laporan dari komite teknis yang ditandatangani oleh pengadilan bertolak belakang dengan tuduhan yang dibuat jaksa publik," katanya. Dalam laporan tersebut, berita jurnalis tidak dikarang.

Ia mengatakan putusan tidak hanya menyerang kebebasan media, tapi juga menunjukan hari terkelam dalam peradilan Mesir. Semuanya diatur sedemikian rupa demi alasan politis.

Pengacara hak asasi manusia Amal Clooney mengkritik hukuman tiga tahun penjara. Ia menegaskan bahwa pengadilan tidak memiliki bukti yang memberatkan ketiga jurnalis. "Putusan ini membawa pesan berbahaya bagi wartawan yang sebenarnya hanya melakukan pekerjaan mereka, melaporkan berita dan mengatakan yang sebenarnya," kata Clooney.

Clooney menambahkan bahwa undang-undang ini telah menjadi alat represi politik dan propaganda. Meski demikian, ia tetap berharap Presiden Abdel Fattah el Sisi akan mengampuni tiga wartawan.

Langkah selanjutnya yang bisa dilakukan Aljazirah adalah mengajukan banding pada Pengadilan Kasasi. Banding tersebut harus diajukan dalam waktu 60 hari. Ketiga orang ini menerima dukungan dari pemerintah, organisasi media, dan kelompok hak asasi dari seluruh dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement