REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Saat pemogokan guru di Kenya, yang kini memasuki pekan kelima dan masih berlanjut, para pengajar mulai jemu.
Para guru, yang telah mogok sejak awal September, kini tak memiliki pekerjaan dan tak punya uang. Sedangkan pemogokan tampaknya tak banyak membuahkan hasil.
Pemerintah dan guru melalui perhimpunan mereka mempertahankan posisi keras. Para guru yang diberi kenaikan gaji 50 sampai 60 persen oleh Pengadilan Industri ingin kesepakatan tersebut dilaksanakan sebelum mereka kembali ke kelas.
Namun pemerintah, melalui Komisi Dinas Guru (TSC) berkeras pemerintah tak memiliki uang untuk membayar gaji guru. Kedua kubu yang bertolak-belakang tersebut masing-masing telah menyeret pihak lawannya ke pengadilan.
Pergolakan tanpa ujung itu telah merenggut korban cukup banyak guru, dan mengakibatkan kelelahan.
"Saya sekarang jemu dengan pemogokan ini yang tampaknya berbalik merugikan kami. Perkiraan saya dulu ialah pemerintah akan mengabulkan tuntutan kami paling lambat pada pekan kedua sebab ini adalah saat ujian. Tapi sikap keras mereka merugikan kami," kata Stephen Muhambe, guru sekolah dasar di Kenya Barat baru-baru ini.
Muhambe kini tak mempunyai uang, dan kemungkinan tinggi ia kehilangan gaji September.
"Saya tidak tahu dari mana saya akan mendapat uang untuk memberi makan keluarga saya, yang terdiri atas empat orang, dan memenuhi kebutuhan lain saya, jika TSC tidak membaya gaji kami bulan ini (September)," katanya.
Seperti 280.000 guru di negara Afrika Barat itu, guru yang berusia 35 tahun tersebut bangun tidur setiap pagi, sarapan dan pergi ke pusat perdagangan di kios penjual koran.
Di sana, ia bertemu dengan rekannya dan mereka membaca semua harian Kenya dengan biaya murah. Setelah itu, Muhambe dan lima guru lain bercanda sampai pukul 13.00 waktu setempat dan pulang ke rumah.
"Pergi ke sekolah setiap hari selalu membantu kami memanfaatkan waktu sebab orang jadi sibuk. Sekarang saya bangun tidur, tak memiliki kesibukan dan pulang ke rumah. Itu adalah rutinitas yang menyiksa," katanya.
Di Ibu Kota Kenya, Nairobi, pemogokan tersebut memiliki dampak yang sama pada beberapa guru. Fidelma Mutua --sekolah menengah di Nairobi Timur, misalnya, berdoa bahwa kondisi itu akan segera berakhir.
"Saya lelah, capai dan jemu. Pemogokan ini telah berlangsung terlalu lama sehingga merugikan. Saya ingin kembali ke sekolah dan mengajar selama pemerintah menaikkan gaji kami sekalipun cuma lima persen," katanya.
Mutus, seperti banyak guru lain di negara Afrika Timur tersebut, sebelumnya tidak mengira pemogokan itu akan berlarut sampai pekan keenam.