REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Myanmar siap menggelar pemilihan umum (pemilu) bersejarah pada Ahad (8/11) mendatang. Namun tidak semua orang dapat menggunakan suaranya dalam pemilu tersebut. Salah satu kelompok masyarakat yang tidak bisa bersuara itu adalah Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine.
Dipisahkan dari umat Budha Rakhine, Muslim Rohingnya tidak memiliki akses kesehatan, pendidikan, pekerjaan yang tepat. Akibatnya, ribuan muslim Rohingya terdorong untuk melarikan diri dengan perahu kecil untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Hal tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis imigran di Asia Tenggara. Muslim Rohingya dalam jumlah besar menggunakan perahu untuk mencapai Thailand Selatan dan Malaysia.
Yasmin (27), seorang muslim Rohingya, bertekad melarikan diri dari Rakhine State bersama keempat anaknya menyusul suaminya yang telah lebih dulu berangkat ke Thailand menggunakan perahu bersama ribuan masyarakat lainnya. Yasmin mengaku lebih memilih mati saat melarikan diri daripada harus hidup di Rakhine State, Myanmar.
Ibu dari empat orang anak ini khawatir keadaaan akan semakin memburuk setelah pemilu. "Saya ingin pergi ke Thailand dan bertemu suami saya. Situasi ini tidak terlalu baik di sini. Saya takut terjadi hal yang lebih buruk dengan pemilu yang akan datang," ujarnya seperti dilansir Channel News Asia, Sabtu (1/11).
Kekerasan sektarian yang terjadi pada 2012 lalu, puluhan ribu Muslim Rohingyamemilih melarikan diri menyeberangi Laut Andaman ke Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Dengan berakhirnya musim, diperkirakan bahwa lebih banyak lagi Muslim Rohingya yang akan terus melakukan perjalanan ini.