REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Lebih sepertiga dari narapidana perempuan di Australia merupakan warga Aborigin dan hal ini membuat populasi narapidana perempuan meningkat. Dewan Hukum Australia mengatakan banyak keluarga di kalangan Aborigin menjadi berantakan, karena begitu banyaknya kaum ibu yang dipenjara.
Jumlah perempuan Aborigin dan dari Torres Strait Island yang masuk penjara Australia ada pada tingkat yang mengejutkan. Sejumlah pengacara mengatakan tidak tahu persis apa penyebabnya.
Sejak tahun 2000, jumlah perempuan Aborigin di penjara telah meningkat lebih dari dua kali lipat.
Duncan McConnel, presiden Dewan Hukum Australia, mengatakan ada alasan yang jelas dengan kenaikan dramatis tersebut. "Kami tidak memiliki informasi yang dapat dipercaya mengapa ada lonjakan jumlah perempuan Aborigin masuk penjara," kata McConnel baru-baru ini.
"Jadi kita memerlukan informasi tersebut, sehingga dapat mulai menelusuri apa yang mendorong lonjakan pesat ini dan mengatasi masalah tersebut.
Pengacara, hakim dan pemimpin suku Aborigin di Sydney mengelar pertemuan untuk membahas meningkatnya perempuan Aborigin di balik penjara, hari Kamis (26/11).
Salah pesertanya adalah Debbie Kilroy dari kelompok pendukung perempuan di Queensland, Sisters Inside. Kilroy khawatir perempuan Aborigin sering ditangkap dan dimasukkan penjara karena ada tuduhan terlibat dalam kekerasan.
"Begitu banyak perempuan Aborigin, misalnya di Penjara Townsville Perempuan, yang dianggap telah terlibat dalam kekerasan dalam rumah tangga...," jelas Kilroy. "Jadi polisi masuk masuk ke rumah mereka setelah ada laporan, yang seharusnya penyelidikan dilakukan kepada pria dan perempuan. Kemudian jika polisi dipanggil kembali yang mereka tangkap adalah perempuan."
Organisasinya, Sisters Inside, mencoba untuk membantu perempuan Aborigin dan dari Torres Strait Islander untuk mengembalikan kehidupan mereka setelah dipenjara.
Tapi, Kilroy melihat perempuan Aborigin kembali ke penjara jika mereka tidak memenuhi persyaratan jaminan.
"Jika pemerintah tidak memberikan hak asasi manusia yang mendasar bagi perempuan Aborigin di negeri ini, ini adalah apa yang terjadi sebagai hasilnya."
Ketua Hakim Mahkamah Agung Australia Selatan, Chris Kourakis, menyerukan Pemerintah Federal untuk menyetujui target baru program 'Close the Gap', atau program untuk menjembatani permasalahan yang ada.
"Kami ingin melihat pemerintah dan oposisi bekerja sama dalam hal ini. Kami ingin melihatnya untuk segera diadopsi, tidak dibeda-bedakan," kata McConnel.