Senin 07 Dec 2015 19:23 WIB

Nelayan Tradisional Madagaskar Melawan Kapal-Kapal Asing

Rep: c38/ Red: Ani Nursalikah
Orang tua nelayan di Madagaskar seringkali tidak mampu menyekolahkan anak mereka sehingga mereka ikut melaut memburu ikan hiu.
Foto:

Secara umum, nelayan menyaksikan penurunan hasil tangkapan ikan hiu mereka selama bertahun-tahun. Nelayan mengeluhkan ketidakadilan akibat tidak mampu bersaing dengan kapal industri. Dengan hanya menggunakan perahu layar dan jaring-jaring sederhana, mereka tergusur dari perburuan hiu.

Laiknya negara-negara miskin lain, ketersediaan sumber daya alam melimpah tak dibarengi kesejahteraan manusianya. Mayarakat nelayan ini tidak melek dalam banyak bidang. Di Andavadoaka, banyak orang tidak tahu siapa presiden mereka. Pun, banyak orang tidak bisa menyebutkan siapa nama para pahlawan pendahulu mereka.

Ini mengejutkan, mengingat begitu banyak orang mengenakan kaos olahraga dengan nama dan wajah para pemimpin masa lalu yang terpampang jelas. Kendati, di sebuah pulau tempat orang menyebut politik sebagai 'sinema', pemilu 'karung beras', dan gagasan menentukan pilihan 'mimpi tahanan', hal itu bisa dimengerti.

Ada lebih banyak orang menjadi korban wabah di Madagaskar dibanding negara-negara lain. Gizi buruk yang telah kronis membuat orang Malagasi berada di urutan kelima paling kerdil di dunia. Hal itu terlihat jelas dari bentuk tubuh dan kaki mereka yang kecil.

Lebih jauh ke selatan, kekeringan dan keterbelakangan menjadi bagian dari nasib anak-anak. Seringkali orang tua tidak mampu menyekolahkan anak-anak dan membiarkan mereka bergabung menangkap ikan di laut. Di klinik, begitu sering ibu-ibu menginginkan bayinya 'mati' untuk mencegah mereka menderita," kata seorang relawan medis.

Di Nosy Andranambala, Lamy adalah salah satu dari enam orang yang bisa baca tulis. Ia bermimpi suatu saat bisa mengirim anak-anaknya bersekolah di Andavadoaka.

Walau pada hari-hari tertentu saat hasil tangkapan ikan sedemikian buruk, perempuan itu harus berjuang supaya bisa memberi makan anak-anaknya lebih dari sehari sekali.

Di sebuah pulau tandus yang tidak lagi menyisakan apapun, kecuali ikan, Lamy tidak khawatir anak-anaknya akan bergabung dengan ayah mereka di laut. Yang Lamy khawatirkan, akankah esok masih ada ikan-ikan untuk ditangkap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement