Kamis 17 Dec 2015 13:29 WIB

Krisis Migran Bakal Jadi Topik Dominan KTT Uni Eropa

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang migran menangis menyaksikan rekannya menjahit mulutnya karena tidak diizinkan melintas di perbatasan Makedonia-Yunani, Senin, 23 November 2015.
Foto: reuters
Seorang migran menangis menyaksikan rekannya menjahit mulutnya karena tidak diizinkan melintas di perbatasan Makedonia-Yunani, Senin, 23 November 2015.

REPUBLIKA.CO.ID,  BRUSSELS -- Jerman dan sejumlah negara Eropa lain akan berdiskusi dengan Turki mengenai cara untuk menyelesaikan ribuan pengungsi Suriah.  Diskusi digelar menjelang konferensi tingkat tinggi (KTT) Uni Eropa pada bulan ini.  Salah satu proposal yang dibahas tentang memukimkan warga Suriah dari kamp-kamp di Turki.

Rekor jumlah pengungsi yang tiba di Eropa tahun ini, mendorong beberapa negara di Eropa untuk membangun pagar dan melakukan kontrol perbatasan.   Hampir 1 juta migran dan pengungsi telah tiba di pantai Eropa. Rencana untuk memindahkan 160 ribu pengungsi yang telah tiba di Eropa bergerak sangat perlahan.

Turki dan para pemimpin Eropa membuat kesepakatan bulan lalu. Dalam kesepakatan itu Turki diminta menghalau migran yang mencoba meninggalkan wilayahnya.  Sebagai imbalan, Ankara mendapatkan bantuan keuangan dan konsesi politik.

KTT juga akan membahas Komisi Eropa yang berencana menyiagakan penjaga pantai untuk memperkuat perbatasan eksternal. Perang melawan terorisme juga diperkirakan akan mendominasi puncak pertemuan setelah terungkap bahwa setidaknya dua dari penyerang Paris November lalu menggunakan rute migran untuk melakukan perjalanan ke Prancis.

Banyak migran melarikan diri dari kekerasan di Suriah, Irak, dan Afghanistan. Mereka berusaha untuk mencapai Eropa Utara. Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengatakan, perlindungan perbatasan eksternal Eropa tidak dimaksudkan untuk menakut-nakuti orang-orang yang melarikan diri dari perang atau penganiayaan.

"Eropa adalah sebuah komunitas kebebasan dan akan selalu memberikan perlindungan bagi mereka dalam bahaya," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement