Jumat 08 Jan 2016 18:08 WIB

Peluru Kendali AS Hilang, Muncul di Kuba

Misil Hellfire saat dipasang di pesawat, ilustrasi
Foto: US ARMY
Misil Hellfire saat dipasang di pesawat, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Peluru kendali Hellfire milik Amerika Serikat ditemukan di Kuba setelah hilang dalam kegagalan.

Wall Street Journal, Kamis (7/1), melaporkan pejabat AS sebelumnya mengkhawatirkan teknologi tersebut diserap Cina, Rusia atau Korea Utara. Meskipun peluru kendali tersebut tidak membawa hulu ledak, Amerika Serikat menyelidiki apakah kedatangannya di pulau komunis itu hasil dari kejahatan atau hanya serangkaian kesalahan.

Meskipun terjadi hubungan hangat bersejarah dengan kuba sejak tahun lalu, Washington belum berhasil mendapatkan peluru kendali itu kembali. Tulisan itu melaporkan pejabat Amerika Serikat tidak khawatir jika Kuba membongkar Hellfire itu.

Namun khawatir jika Havana membagi teknologinya dengan pesaing Amerika Serikat, yaitu Cina, Rusia dan Korea Utara. Perjalanan jauh misil itu dimulai pada awal 2014 saat dikirimkan dari bandara internasional Orlando oleh perusahaan senjata Lockheed Martin menuju Spanyol, tempatnya digunakan dalam pelatihan militer NATO.

Dari Spanyol, misil itu memulai perjalanannya yang seharusnya kembali ke Amerika Serikat, dan melewati sejumlah perusahaan pengiriman di tahap pertama perjalanannya.

Pejabat pengatur penerbangan pembawa misil tersebut keluar dari Madrid adalah pihak pertama yang menyadari misil tersebut tidak ada. Mereka kemudian memastikan misil tersebut telah dimasukkan dalam sebuah truk yang dioperasikan oleh Air France, yang membawanya ke bandara Charles de Gaulle di Paris dimana itu akan dimasukkan dalam salah satu penerbangannya ke Kuba.

Pada saat misil tersebut berhasil dilacak, misil itu berada dalam perjalanan menuju Havana dimana seorang pejabat mengenali tanda yang ada di peti tersebut kemudian menyitanya. Lockheed Martin menginformasikan Departemen Luar Negeri terkait insiden itu ketika mereka menyadari misil tersebut hilang pada sekitar Juni 2014.

Departemen Keadilan Amerika Serikat sedang menyelidiki permasalahan itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement