REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- merintah disarankan melakukan sosialisasi kepada masyarakat sebagai upaya pencegahan penyebaran paham radikal.
"Tingkat pengetahuan dan bahaya ISIS perlu ditingkatkan," kata Direktur Utama lembaga riset Syaiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan.melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (31/1).
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh SMRC pada Desember 2015, hasil riset menunjukkan bahwa sebagian masyarakat Indonesia belum mengetahui keberadaan kelompok radikal ISIS atau sebanyak 38,1 persen warga Indonesia tidak mengetahui apa itu ISIS.
Masyarakat yang tidak mengetahui ISIS, berdasarkan survei tersebut, sebagian berasal dari kalangan pendidikan rendah, penghasilan rendah, tinggal di lingkungan perdesaan, dan berusia di atas 41 tahun. Sementara sebagian kecil masyarakat usia 21-25 tahun mendukung dan setuju apa yang diperjuangkan ISIS.
Menurut Djayadi, jumlah ini perlu diwaspadai oleh pemerintah karena kelompok tersebut bisa dijadikan target perekrutan oleh simpatisan ISIS lainnya.
Djayadi mengatakan pemerintah harus melakukan penyuluhan tentang bahaya ISIS secara spesifik dengan mengerucut pada demografi yang disebutkan di atas.
"Ini harus diwaspadai oleh aparat keamanan. Meski penolakan terhadap ISIS besar, ada sebagian kecil masyarakat yang mendukung dan setuju terhadap ISIS.
Berdasarkan survei tersebut, lebih dari 95 persen masyarakat Indonesia menolak keberadaan ISIS di Indonesia.
Dari seluruh masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang ISIS, sebanyak 0,3 persen menyatakan ISIS boleh didirikan di Indonesia dan 0,8 persen menyatakan setuju dengan apa yang diperjuangkan oleh ISIS.
Survei SMRC ini dilakukan pada 10 hingga 20 Desember 2015 di seluruh provinsi di Indonesia, dengan 1220 responden yang dipilih secara random.