REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kontroversi mencuat seputar kunjungan lima wartawan senior dari sejumlah media asal Indonesia ke Israel dan bertemu secara langsung dengan Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu. Kunjungan jurnalis senior ini dianggap kontraproduktif dengan upaya Indonesia dalam mendukung sepenuhnya kemerdekaan Palestina dan menetang pendudukan yang dilakukan Israel.
Salah satu peserta dalam rombongan jurnalis tersebut, Heri Triyanto, mengungkapkan, kunjungan itu merupakan program dari Kementerian Luar Negeri Israel dan program rutin yang digelar setiap tahun.
Tak hanya itu, sebenarnya tidak hanya Indonesia yang diundang. Menurut Heri, dalam satu bulan ini, setidaknya ada rombongan jurnalis dari negara lain antara lain dari Georgia dan Jerman.
Heri mengakui, paling tidak butuh waktu sebulan lebih dalam mengurus segala keperluan untuk berangkat ke Tel Aviv, Israel, termasuk soal visa. Semua kebutuhan ini, termasuk undangan, diurus dan diatur oleh Kedutaan Besar Israel yang berada di Singapura. ''Kantor kemungkinan besar mendapatkan undangan itu dua pekan sebelumnya, sekitar Desember atau Januari,'' ujar Heri kepada Republika.co.id, Kamis (31/3).
Baca juga, Setelah Tolak Menlu, Netanyahu Malah Jamu Jurnalis Senior Indonesia.
Heri menegaskan, kunjungan ke Israel ini semata-mata untuk melakukan kerja-kerja jurnalistik, tidak memiliki kepentingan apapun, apalagi kepentingan atau motif-motif politik. Termasuk soal adanya upaya peningkatan hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Israel.